Minggu, 13 Mei 2012

Tradisi Obrog Indramayu



Obrog adalah tradisi warga Indramayu  membangunkan orang untuk sahur. Inti dari kesenian ini adalah membuat bebunyian keras pada dini hari sambil berjalan berkeliling permukiman.
Uniknya, saat Lebaran masyarakat akan memberi uang, beras, atau makanan sebagai tanda terima kasih telah dibangunkan sahur selama bulan puasa.
Rektor Universitas Wiralodra Ir Tohidin MP mengatakan, selain fungsi religius, obrog juga menjadi media komunikasi sosial masyarakat. “Di sini, kita melihat hubungan timbal balik antara pemberi dan penerima manfaat,” ujar Tohidin, Jumat (6/10).
Pengamat kebudayaan Indramayu, Supali Kasim, mengatakan, ada beberapa tradisi membangunkan warga untuk sahur di pantai utara (pantura). Misalnya, kempling, yakni membangunkan warga secara berkeliling menggunakan gamelan lengkap. Karena tidak praktis, budaya ini kalah populer dengan obrog yang alat musiknya bisa dijinjing dengan mudah.
Kata obrog berasal dari bebunyian yang dihasilkan alat musik semacam kendang. Sebagai tradisi masyarakat, sulit ditelusuri kapan tradisi ini berawal. “Kesenian ini berkembang ketika masyarakat wilayah pantura sadar bahwa kesenian merupakan hiburan massa,” kata Supali.
Saat ini yang lazim disebut obrog adalah permainan organ tunggal dengan biduan wanita menyanyikan lagu-lagu dangdut populer. Namun, hal itu berbeda dengan obrog pada masa lalu.
Karena merupakan kesenian rakyat, obrog tidak sakral dan bisa berubah sesuai dengan pergeseran selera masyarakat.
Supali mengatakan, obrog mengalami perubahan dari waktu ke waktu tergantung tren yang sedang berlaku pada masa itu. “Obrog zaman dahulu hanya menggunakan alat musik tradisional. Pelakunya hanya laki-laki karena perempuan dianggap tidak pantas keluar malam,” ujar Supali.
Pada tahun 1985-an, obrog banyak dimainkan oleh grup dangdut kelas pinggiran dengan perangkat musik yang lengkap. Teknologi karaoke yang marak pada 1990-an turut mewarnai perkembangan obrog. Beberapa tahun belakangan obrog banyak dimainkan dengan organ tunggal.
Selain pergeseran bentuk, Supali melihat pergeseran orientasi. “Dahulu, bermain obrog kental dengan tujuan religius. Atau, kalaupun tidak, bermain obrog didorong unsur kesenangan bermain musik,” katanya.
Sekarang, lanjut Supali, tradisi obrog tak bisa lepas dari tujuan ekonomi untuk memperoleh pendapatan. Ini nyata terlihat dari adanya saweran dan pembayaran uang untuk permintaan lagu.
Bahkan, banyak grup organ tunggal sudah memulai permainannya pukul 22.00. Tentu saja masih terlalu dini untuk membangunkan orang sahur.
“Sebab itu, ada pihak yang sebenarnya kurang setuju dengan bentuk obrog yang sekarang,” ujar Supali.
Meski demikian, sejauh ini obrog organ tunggal tetap populer. Pihak yang kurang berkenan juga tidak pernah mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan aksi anarkis. (LSD)
Dikutip dari Blesak.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar