Bogor Jawa Barat

Institute Pertanian Bogor.

Universitas Negeri Yogyakarta

Fakultas Tekhnik.

SMECDA

Kementrian Koperasi dan UKM Jakarta.

BPU UPI

Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

Senin, 15 Oktober 2012

Kemenangan Jokowi


Oleh : Sigit Kurniawan /Marketer

Sejak muncul di publik, Jokowi memang fenomenal. Paling kentara, kesan fenomenal ini muncul ketika ia dinyatakan oleh perhitungan cepat hasil Pilkada DKI 20 Septermber lalu sebagai pemenang dan mengalahkan pasangan calon incumbent Fauzi Bowo-Nara.
Banyak analis menyuarakan opininya seputar kemenangan pasangan Jokowi-Ahok. Ada yang bilang karena faktor kelas menengah yang makin cerdas memilih calon yang bisa mememcahkan persoalan-persoalan ibukota yang selama ini “menyiksa” mereka. Ada juga yang bilang karena masyarakat Jakarta menginginkan sebuah perubahan konkret yang selama ini ditunggu-tunggu namun tidak datang juga. Lima tahun pemerintahan Fauzi Bowo dinilai cukup untuk membuktikan bahwa Fauzi tidak lagi memberi harapan untuk perubahan. Satu-satunya harapan ada di calon gubernur yang baru yang pada saat ini adalah Jokowi, Sang Walikota Solo itu.
Ada faktor lain yang bisa diangkat sebagai inspirasi, yakni masyarakat sekarang tampil lebih cerdas membedakan yang baik dan yang buruk. Salah satunya adalah soal kampanye politik. Sudah jamak diberitakan bahwa pasangan Jokowi-Ahok sering mendapatkan kampanye hitam (black campaign) dengan berbagai tudingan miring. Dari anggapan tidak tahu menahu soal Jakarta, kurang pengalaman, sampai masalah yang mengaitkan dengan SARA. Isu terkait dengan agama, ras, suku menjadi bahan hiruk pikuknya kampanye hitam menjelang pencoblosan tersebut.
Dengan kemenangan Jokowi ini, kampanye-kampanye dengan mengusung isu SARA ternyata kurang mumpuni lagi. Hal ini tidak berarti tidak memiliki pengaruh. Isu SARA ini juga banyak memengaruhi banyak warga, meskipun akhirnya kemenangan Jokowi ini juga memberikan harapan bahwa masih banyak orang yang tidak terpengaruh dengan isu-isu murahan tersebut. Dan, dari hampir semua wilayah Jakarta, Jokowi-Ahok mendapatkan suara dominan.
Di tengah masyarakat yang makin cerdas, kampanye hitam tidaklah lagi mumpuni. Orang sekarang memiliki kepekaan untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk, mana yang sesuai hati nurani dan mana yang bertentangan. Masyarakat menginginkan calon pemimpin yang benar-benar berkarakter. Bukan sekadar membual dengan janji-janji kosong semata.
Bila ditarik dalam konteks pemasaran, inilah yang dinamakan dengan Branding with Character. Kampanye-kampanye Jokowi lebih cenderung pada branding with character. Jokowi mampu menampilkan sosok yang beretika, berempati, rendah hati, apa adanya, optimistis, menyampaikan solusi, memberi pegharapan, dan sebagainya. Sementara, kampanye hitam justru menjadi kontraproduktif alias blunder bagi calon yang menyampaikannya.
Kampanye hitam itu bertentangan dengan kredo I Marketing 3.0, pemasaran berbasis human spirit, yaitu cintai pelanggan, hormati kompetitor. Seperti saya tulisa dalam artikel “Mengapa Hormat Pada Kompetitor itu Wajib?“, dua hal dalam frasa kredo tersebut bagaikan dua sisi satu keping mata uang alias tidak bisa dipisahkan. Saat ini, pemasar tidak hanya dituntut untuk peduli pada pelanggannya. Tapi, juga bisa menunjukkan sikap respek pada pesaingnya. Alasannya? Kalau bisnis menjalankan cara-cara tidak halal alias cara-cara jahat untuk menjegal bisnis kompetitor, tidak tertutup kemungkinan suatu saat cara-cara jahat tadi diterapkan untuk pelanggannya. Pada kasus ini, gembor-gembor “kepuasan pelanggan” hanyalah slogan dan pemanis bibir belaka.
Menghormati kompetitor adalah batu ujian utama pebisnis itu sungguh-sungguh tulus dalam melayani dan peduli pada pelanggannya. Jadi, tolok ukur utama pebisnis benar-benar peduli pada pelanggan tak lain menjaga profesionalitas dan rasa hormat dalam kompetisi. Sekali, pebisnis ketahuan berbuat jahat pada kompetitornya, pelanggannya akan berpikir ulang untul loyal kepadanya. Dengan begitu, bisa diketahui bisnis tersebut melulu dijalankan dengan nilau atau sekadar mengejar profit semata dengan halalkan segala cara.
Dalam kasus Pilkada DKI yang lalu, calon yang tidak bisa menunjukkan sikap respek pada kompetitornya itu indikasi bahwa calon itu tidak bisa respek pada konstituennya. Kampanye tanpa karakter itu justru menunujukkan sisi buruk dan juga jahat dari para calon di awal. Logika simpelnya adalah bagaimana ia bisa dipercaua bakal menghormati para warganya kalau dengan kompetitornya saat kampanye saja, dia tidak menaruh hormat?
Kasus kemenangan Jokowi ini menarik untuk dijadikan pelajaran, baik bagi merek maupun bagi mereka yang sedang mencalonkan diri sebagai pemimpin. Pelajaran lain dari kemenangan Jokowi-Ahok adalah masyarakat sekarang memiliki harapan bisa menerima perbedaan dan pluralisme yang selama ini sering mendapat cobaan berat dengan isu-isu sektarian dan praktik kekerasan yang mengatasnamakan agama dan perbedaan ras. Masyarakat tampil lebih inklusif dan mulai mendobrak batasan-batasan yang membuatnya eksklusif. Dengan ini, masyarakat juga mulai mengandalkan akal sehatnya ketimbang terpengaruh dengan isu-isu murahan. Selain itu, masyarakat juga lebih menyukai karakter pemimpin yang sosial dan horisontal alias mau berbaur dan mendengarkan  masyarakat ketimbang vertikal yang doyan menggunakan kekuasaannya untuk memaksakan kehendak.
Sekali lagi, sosok Jokowi memang fenomenal. Namanya populer justru karena dia berani menempuh jalur tidak populer, tidak seperti yang dilakukan oleh para pemimpin lainnya. Banyak pemimpin daerah, misalnya, lebih doyan narsis dengan memasang foto wajahnya di baliho-baliho di seputar kota, Jokowi mengaku tidak pernah melakukan sama sekali. Sebagai publik figur, Jokowi tetap membutuhkan branding. Tapi, branding yang dilakukan bukan sekadar branding yang berujung pencitraan. Branding yang dilakukan lebih mengusung pembangunan karakter dirinya sebagai seorang pemimpin yang tak lain adalah pelayan masyarakat
Namun, seperti yang saya tulis dalam “Branding With Character ala Jokowi“, sebagai manusia, tentu saja Jokowi bukanlah superhero yang sempurna seratus persen tanpa cacat. Jokowi juga memiliki kelemahan dan keterbatasan. Tapi, kelemahan dan keterbatasan ini tidak menjadi alasan untuk membangun diri sebagai seorang manusia dan pemimpin yang baik. Dan, tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengkultuskan dirinya secara individu.
Yang jelas, branding without character is nothing!

Branding Jokowi


 Jokowi memang fenomenal. Namanya populer justru karena dia berani menempuh jalur tidak populer, tidak seperti yang dilakukan oleh para pemimpin lainnya. Banyak pemimpin daerah, misalnya, lebih doyan narsis dengan memasang foto wajahnya di baliho-baliho di seputar kota, Jokowi mengaku tidak pernah melakukan sama sekali. Sebagai publik figur, Jokowi tetap membutuhkan branding. Tapi, branding yang dilakukan bukan sekadar branding yang berujung pencitraan. Branding yang dilakukan lebih mengusung pembangunan karakter dirinya sebagai seorang pemimpin yang tak lain adalah pelayan masyarakat.
Jokowi juga dikenal cukup getol dalam memerangi masalah birokrasi. Di Solo, Jokowi perjuangannya mengubah sistem birokrasi dihadapkan pada aktivitas dan kultur korupsi di kalangan pejabat. Di saat muncul pesimisme mengubah budaya buruk birokrasi ini, Jokowi optimistis birokrasi masih bisa diubah dan dibenahi. Langkah awalnya ia tempuh dengan sistem pengurusan Kartu Tanda Penduduk yang lebih efektif dan efisien. Dari emmpat minggu proses pengurusan KTP, dan ini sering tergantung uang sogokan, Jokowi mengubahnya menjadi satu jam jadi berkat pemanfaatan teknologi digital.
Tindakan tidak populer lain yang Jokowi lakukan adalah dengan memecat empat orang camat dan lurah yang tidak mau datang rapat pembuatan sistem KTP baru karena merasa tidak yakin sistem bisa dijalankan. “Saya copot karena niat saja tidak punya, apalagi melaksanakannya,” kata Jokowi seperti dikutip VIVAnews.
Mendekatkan diri dengan warga menjadi langkah yang diambil Jokowi selaku pemimpin. Pendekatannya pun tidak pilih-pilih, tidak hanya memilih mereka yang mempunyai duit saja, tapi juga mereka yang secara strata ekonomi berada di posisi bawah. Ia lebih mengedepankan program ekonomi kerakyatan. Sebab itu, ia mempunyai program untuk memberdayakan pasar-pasar tradisional ketimbang mal (meski tidak suka mal, dia mengaku tidak antimal). Dia juga menjamin perlindungan kepada para pedagang kaki lima yang di beberapa kota lain rentan oleh penggusuran dan kekerasan dari satpol pp. Lebih menarik lagi, Jokowi berhasil mengubah citra satpol pp yang sangar dengan citra yang lebih mengayomi. Ia pun memasang para pamong praja perempuan untuk memberi sentuhan pengayoman tersebut.
Dalam hal penataan kota, seperti yang ia ungkapkan di awal tahun 2011, Jokowi menerapkan strategi co-creation. Ia ingin menerima masukan sekaligus melibatkan warga dalam pembangunan tersebut. Salah satu caranya, ia membuka sayembara pembuatan desain kita. Ini satu langkah lebih maju ketimbang lelang yang selama ini sering digunakan di kota-kota lain. Dengan sayembara ini, Jokowi berhasil merangkul warga dari aneka profesi untuk terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kota Solo.
Meski tetap memelihara kultur dan tradisi di Solo, Jokowi tidak ingin Solo menjadi kota yang terasing. Konektivitas kota Solo dengan kota-kota lain di Indonesia, bahkan dunia, menjadi sesuatu yang signifikan di era sekarang. Internet menjadi kunci. Jokowi ingin membangun Solo sebagai connected city dengan sebutan Cyber City. Upaya konkretnya adalah dengan memasang layanan hotspot gratis di 51 titik kelurahan, lima titik kecamatan, dan 17 titik di areal publik. Bahkan, ada rencana membangun zona hotspot sepanjang tujuh kilometer dari Kleco sampai Panggung dengan jarak sebar kanan-kiri sejauh 500 meter.
Konektivitas ini juga ia bangun sendiri dengan terjun di media sosial, jejaring sosial yang sedang tren. Dengan akun @jokowi_do2, ia menyapa dan dengan telaten melayani respons dari pengikutnya di Twitter. Twitter dengan biografi berbunyi “Pengennya sederhana dalam kesederhanaan” itu saat tulisan ini diturunkan memiliki pengikut sejumlah 72856 akun. Ia juga bisa disapa dan menyapa di laman Facebook di http://facebook.com/jokowi.
Kabar terakhir, walikota Solo ini mengkampanyekan mobil buatan Anak Negeri, yakni siswa-siswa SMK 2 dan SMK Warga Surakarta.  Ia pun tidak sekadar berkampanye, tapi juga menjadikan mobil buatan pelajar Solo itu. Sebelumnya, ia dikabarkan menolak untuk mengganti mobil dinas lamanya sedan Toyota Camry dengan mobil baru. Mobil warna hitam bermerek “Kiat Esemka” langsung dipasangi plat nomer AD 1 A. Jokowi mengaku senang sekaligus bangga dengan mobil buatan anak Indonesia yang menurutnya tidak kalah dengan buatan Jepang tersebut. Ini menjadi contoh keberpihakan Jokowi pada produk buatan dalam negeri. Meski tentu saja, mobil ini kudu melewati ujian panjang di lapangan.
Paling tidak apa yang dilakukan oleh Jokowi bisa dilihat “melawan arus” di tengah keglamoran dan sikap boros yang ditunjukkan secara vulgar oleh para pejabat, baik yang ada di daerah, di jajaran kabinet, maupun di gedung DPR.
Tapi, itulah Jokowi yang lebih senang membangun karakter sebagai pribadi dan pemimpin ketimbang gembar-gembor janji kampanye kosong penuh muslihat alias branding tanpa isi. Dengan membangun jejak rekam yang baik inilah, kepercayaan masyarakat akan tumbuh. Inilah branding with character dari sosok Jokowi– mungkin Jokowi sendiri tidak suka dengan istilah branding yang saya pakai ini.
Sebagai manusia, tentu saja Jokowi bukanlah superhero yang sempurna seratus persen tanpa cacat. Jokowi juga memiliki kelemahan dan keterbatasan. Tapi, kelemahan dan keterbatasan ini tidak menjadi alasan untuk membangun diri sebagai seorang manusia dan pemimpin yang baik. Dan, tulisan ini tidak dimaksudkan  untuk mengkultuskan dirinya secara individu.
Yang jelas, branding without character is nothing!
*Referensi: berbagai sumber

Jumat, 12 Oktober 2012

Kita Bersama

 
 Kang..." dia berbisik memanggil saya dari belakang.

Saya menengok ke arahnya, mengonfirmasi sesuatu, "Ya, De?" tanya saya.

dia hanya menggelengkan kepalanya. "Enggak," katanya. Lalu dia mendekat, meraih tangan saya. "Hanya memastikan kita sedang bersama," katanya, sambil tersenyum.

Saya membalas senyumnya. Wherever You Will Go dari The Calling mengalun lembut dalam kepala saya.


Insan Luar Biasa



http://images.fauziach.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/RmwycgoKCmQAAGknejg1/bald-eagle-flight.jpg?et=5xqSo%2B3rk5%2Cc%2BflmX7iAvw&nmid=45677536
Penat menggelayut manja pada raga
Letih bersandar pelan dalam sapaan purnama
Beban pundak ini begitu kuat
Hingga mengalahkan nurani mengeja tugas kewajibannya
Ya, diri mengerti..
Jika langkah ini masih tertatih
Panjang jalan kehidupan ini masih samar terlihat
Diripun merasakan...
Perih, lebam dari sebuah perjuangan
Peluh, pucat dari ketegaran jiwa menempa ilmu kehidupan
Itu semua tetap selalu hadir mengiringi sepenggal napas yang tersisa
Dan menjelma dalam harapan-harapan suci
Sebuah harapan yang mampu menopang gundah gulana yang mampu meluluhlantahkan paradigma paksa dari mereka
Yang hanya bisa terpatri dalam keyakinan dan keteguhan hati
Ya, diri tersenyum...
Mendapati sadar bertemu dengan gambaran diri
Begitu indahnya sayatan serta luka yang terkadang menyentuh mesra begitu istimewanya keteguhan merajai setiap mimpi-mimpi mustahil ini
Begitulah, Tuhan mencoba memperlihatkan hasil karyanya pada engkau dan aku
Sebab, Tuhan tahu kita adalah insan yang luar biasa..

Dalam kobong rindu
9 Oktober 2012
Menjelang waktu Dzuhur

Sabtu, 25 Agustus 2012

Kehilangan


Saya percaya kita tak boleh mencintai atau membenci sesuatu secara berlebihan, sebab suatu saat kita juga berkemungkinan untuk memiliki perasaan sebaliknya secara berlebihan. Jika kamu sangat takut akan kehilangan pacarmu, kenapa saya yakin suatu saat kamu akan kehilangannya, ya? Bersikaplah biasa-biasa saja. Biarkan segalanya dialirkan berbagai peristiwa kebetulan. Tanpa rekayasa. Ah ya, cintai dia apa adanya, benci juga dia apa adanya. Kalau ada yang tidak kamu sukai tentangnya, katakan saja. Dia juga harus tahu dan harus mengerti perasaanmu, kan? Cinta yang baik, seperti sering saya katakan, adalah cinta yang membebaskan. Bukan mengekang.  


Kamu takut kehilangannya? Ah, rasa takut kehilangan adalah musuh terbesar untuk kebebasan dan kebahagiaan. Buat saya, satu-satunya cara agar kamu tak kehilangan pacarmu adalah membuat dia takut untuk kehilangan kamu. Buktikan kalau kamu adalah laki-laki yang terlalu hebat, terlalu baik, dan terlalu berharga untuk ditinggalkan atau disia-siakan perempuan manpun. Bekerjalah, berkaryalah, untuk membuat dirimu menjadi laki-laki hebat yang perempuan manapun akan bersedih jika meninggalkanmu. Sesederhana itu: Jadilah laki-laki yang berdiri di atas lututnya sendiri. 


Disadur dari Fahdjibran


Selasa, 14 Agustus 2012

Jangan Takut Dikritik




Agar berhasil dalam kehidupan Anda tidak perlu menjatuhkan orang lain, namun Anda harus mampu tetap berdiri dalam menghadapi usaha-usaha orang lain yang mencoba menjatuhkan Anda.

Cara Anda memilih dalam menanggapi kritikan adalah salah satu keputusan penting untuk Anda ambil. Tidak ada hal penting yang pernah diraih tanpa adanya pertentangan dan kritikan. Bila Anda membiarkan perkataan-perkataan orang menghentikan Anda, maka Anda benar-benar telah dihentikan.

Ingatlah ini, bila Anda takut terhadap kritikan, Anda akan mati tanpa melakukan apapun. Seperti yang Elbert Hubbard katakan, "The only way to avoid criticism is to do nothing, say nothing, be nothing." Satu-satunya cara untuk menghindari kritik adalah dengan tidak melakukan apapun, tidak mengatakan apapun, dan tidak menjadi apapun.

Orang-orang yang melakukan banyak hal sudah pasti menimbulkan banyak kritikan. Jadi apabila Anda ingin diri Anda mendapatkan kesempatan untuk meraih sesuatu yang besar, Anda pasti akan menerima banyak serangan dan ejekan yang diarahkan kepada Anda. Dan kenyataan biasanya orang yang suka mencela, menghujat, mengkritik Anda biasanya adalah orang yang sombong karena merasa diri sudah lebih baik dari orang lain. 

Kritikan adalah bagian dari harga yang harus Anda bayar untuk melewati keadaan biasa-biasa saja. Terkadang kita semua lebih senang mendapat masukan yang positif, pujian dan penghargaan. Hal tersebut memang baik agar kita mengetahui bahwa kita telah berada di jalur yang tepat dan sebagai support untuk pencapaian kita. Namun saat kritik datang kita sering mulai merasa down dan putus asa. Padahal sebenarnya Anda dapat jadikan kritik sebagai suatu feedback untuk perkembangan dan pertumbuhan Anda secara pribadi. Kuncinya adalah kita perlu belajar bagaimana menghadapidan menggunakan setiap feedback negatif untuk kemajuan kita. Biasanya ada banyak pelajaran yang dapat kita peroleh dari setiap feedback yang negatif kalau saja kita dengan sungguh-sungguh mau mencarinya dan belajar dari hal tersebut. Biasakanlah diri kita untuk selalu belajar bukan hanya dari pengalaman yang positif melainkan juga dari pengalaman yang negatif.

Tidak semua kritikan harus kita dengarkan, namun ada kritik yang perlu kita terima, saya akan share kategorinya berikut ini:
- Terima kritik jika kita dikasihi tanpa syarat oleh orang yang mengkritik.
- Terima kritik jika kritiknya tidak dinodai agenda pribadi menjatuhkan.
- Terima kritik jika kritiknya bertujuan membangun diri kita.
- Terima kritik jika orangnya memang bukan orang yang suka mengkritik segala sesuatu.
- Terima kritik jika orangnya siap memberi kita dukungan untuk menjadi lebih baik sesudah mengkritik.
- Terima kritik jika orangnya sendiri mempunyai pemahaman dan pengetahuan yang mendalam di bidang yang dia kritik.
__________________ 
HARYANTO KANDANI
Achievement Motivator & Penulis Buku Best Seller The Achiever
Follow Twitter: @haryantokandani
Visit Website: haryantokandani.com

Senin, 06 Agustus 2012

Dekat





Larasati


Aku masih sayang kamu, Dit. Aku masih hapal kebiasaan-kebiasaanmu. Aku masih memerhatikanmu duduk bersama teman-temanmu di kantin kampus, memesan jus alpukat atau jus tomat-dengan-jeruk-nipis. Kalau sedang sendirian, aku biasa memerhatikan telepon genggamku: Membaca lagi beberapa pesan darimu yang masih kusimpan—atau berharap namamu muncul lagi di layar dan memanggilku dengan lagu cinta kita berdua. Andai waktu bisa diputar, Dit, aku ingin kembali menarik kata-kataku bahwa aku tak ingin menerimamu lagi. Aku ingin memaafkanmu, memulai lagi kisah kita yang baru: Aku ingin kita kembali dekat, tetapi semuanya sudah terlambat.




Deni



Sebelumnya, aku tak pernah jatuh cinta. Tetapi ketika pertama kali melihatnya, rasanya ada sebagian dari diriku yang kutemukan dalam dirinya. Namanya Mutiara. Tetapi aku selalu gagap menyebut namanya. Setiap kali bertemu dengannya, dan dia tersenyum padaku, ada perasaan asing yang entah bagaimana caranya seolah menahan jalan-jalan darahku: Membuatku deg-degan melulu. Aku akan selalu rela mengambil jalan memutar untuk pura-pura tak sengaja berpapasan dengannya, melihat pakai bando yang mana dia sekarang, tas yang mana, baju yang mana, sepatu yang mana: Aku suka semua yang ia kenakan. Meskipun suatu saat aku tahu dia tak pernah mengerti bahwa aku memerhatikannya, menyukainya dan mencintainya: Aku hanya ingin dekat. Aku hanya ingin dekat. Itu lebih dari cukup.




Widya



Aku membawakannya sarapan, buatanku sendiri. Aku memberinya sapu tangan, rajutanku sendiri. Aku mendoakannya, di atas doa-doaku sendiri. Sejak dekat dengannya sebagai sahabat, aku justru menemukan perasaanku yang lain untuk Irfan. Dia lucu, perhatian, pandai, sayang keluarga: Semua kriteria pria idealku ada padanya. Sebenarnya aku tak berharap laki-laki tampan seperti selebriti-selebriti televisi. Tapi kalau diperhatikan, kadang-kadang Irfan mirip juga sama Vino G. Bastian. Aku suka caranya diam. Kalau aku memerhatikannya saat sedang diam, diam-diam aku bicara dalam hati—seolah-olah mengatakan semuanya kepadanya: Aku cinta kamu, Irfan. Aku selalu mengatakannya dengan segenap perasaanku, semoga suatu hari ia benar-benar bisa mendengarnya dengan perasaannya sendiri. Kini, dekat dengannya adalah kebahagiaan sunyi yang terus membuatku berani bermimpi. 




Prasetya



Aku tak bisa membohongi perasaanku sendiri bahwa pelan-pelan aku jatuh cinta pada Dania. Barangkali ia sosok perempuan yang selama ini aku cari untuk menjadi istri sekaligus ibu bagi anak-anakku. Ketika pertama kali mengenalnya, sejujurnya aku tak menyukainya. Physically, she was not my type. Tetapi semakin dekat aku mengenalnya, semakin aku menemukan kecantikannya. Bukan hanya di dalam, ia juga rupanya cantik di luar. Aku mengaguminya, perasaan yang belum pernah kumiliki pada perempuan lain selama ini. Dari semua perempuan di dunia, Dania barangkali bukan yang paling cantik, bukan juga yang paling baik, tetapi bagiku mungkin ia yang paling tepat. Aku meyakininya, seperti perasaan yang selalu membuatku ingin dekat dengannya. Sayangnya, ia sudah punya pacar: Dan akan segera menikah




Ariyanti



Pagi tadi, Deni menyatakan perasaannya padaku. Sejujurnya selama ini aku juga menyukainya. Tetapi rencana pernikahanku dengan Firman sudah ditetapkan, segala hal sudah disiapkan. Tuhan, semoga Engkau mendekatkan semua manusia pada jodohnya—semua rahasia perasaan pada jawabannya. Engkaulah yang mengatur segalanya, dan Engkaulah yang mempertemukan dan mempersatukan semua manusia dengan pasangannya. Di atas semua keinginan dan kehendakku, aku mempercayakan semuanya pada pilihan-Mu: Dan semoga semua perasaan baik-baik saja




: Di atas semua cerita, jodoh bukan cuma soal perasaan… 


Sumber : Fahd Jibran

Jumat, 20 Juli 2012

10 Film Pertama Indonesia

1. Loetoeng Kasaroeng (1926)
http://hermawayne.blogspot.com
Loetoeng Kasaroeng adalah sebuah film Indonesia tahun 1926. Meskipun diproduksi dan disutradarai oleh pembuat film Belanda, film ini merupakan film pertama yang dirilis secara komersial yang melibatkan aktor Indonesia.

2. Eulis Atjih (1927)
http://hermawayne.blogspot.com
Sebuah film bisu bergenre melodrama keluarga, film ini disutradarai oleh G. Kruger dan dibintangi oleh Arsad & Soekria. Film ini diputar bersama-sama dengan musik keroncong yang dilakukan oleh kelompok yang dipimpin oleh Kajoon, seorang musisi yang populer pada waktu itu. Kisah Eulis Atjih, seorang istri yang setia yang harus hidup melarat bersama anak-anaknya karena ditinggal suaminya yang meninggalkannya untuk berfoya-foya dengan wanita lain, walaupun dengan berbagai masalah, akhirnya dengan kebesaran hatinya Eulis mau menerima suaminya kembali walaupun suaminya telah jatuh miskin.

3. Lily Van Java (1928)
http://hermawayne.blogspot.com
Film yang diproduksi perusahaan The South Sea Film dan dibuat bulan Juni 1928. Bercerita tentang gadis yang dijodohkan orang tuanya padahal dia sudah punya pilihan sendiri. Pertama dibuat oleh Len H. Roos, seorang Amerika yang berada di Indonesia untuk menggarap film Java. Ketika dia pulang, dilanjutkan oleh Nelson Wong yang bekerja sama dengan David Wong, karyawan penting perusaahaan General Motors di Batavia yang berminat pada kesenian, membentuk Hatimoen Film. Pada akhirnya, film Lily van Java diambil alih oleh Halimoen. Menurut wartawan Leopold Gan, film ini tetap digemari selama bertahun-tahun sampai filmnya rusak. Lily van Java merupakan film Tionghoa pertama yang dibuat di Indonesia.

4. Resia Boroboedoer (1928)
http://hermawayne.blogspot.com
Film yang diproduksi oleh Nancing Film Co, yang dibintangi oleh Olive Young, merupakan film bisu yang bercerita tentang Young pei fen yang menemukan sebuah buku resia (rahasia) milik ayahnya yang menceritakan tentang sebuah bangunan candi terkenal (Borobudur). Diceritakan juga di candi tersebut terdapat sebuah harta karun yang tak ternilai, yaitu guci berisi abu sang Buddha Gautama.

5. Setangan Berloemoer Darah (1928)
Film yang disutradarai oleh Tan Boen San, setelah pencarian di beberapa sumber, sinopsis film ini belum diketahui secara pasti.

6. Njai Dasima I (1929)
http://hermawayne.blogspot.com
Film ini berasal dari sebuah karangan G. Francis tahun 1896 yang diambil dari kisah nyata, kisah seorang istri simpanan, Njai (nyai) Dasima yang terjadi di Tangerang dan Betawi/Batavia yang terjadi sekitar tahun 1813-1820-an. Nyai Dasima, seorang gadis yang berasal dari Kuripan, Bogor, Jawa Barat. Ia menjadi istri simpanan seorang pria berkebangsaan Inggris bernama Edward William. Oleh sebab itu, akhirnya ia pindah ke Betawi/Batavia. Karena kecantikan dan kekayaannya, Dasima menjadi terkenal. salah seorang penggemar beratnya Samiun yang begitu bersemangat memiliki Nyai Dasima membujuk Mak Buyung untuk membujuk Nyai Dasima agar mau menerima cintanya. Mak buyung berhasil membujuk Dasima walaupun Samiun sudah beristri. Hingga akhirnya Nyai Dasima disia-siakan Samiun setelah berhasil dijadikan istri muda.

7. Rampok Preanger (1929)
Ibu Ining tidak pernah menduduki bangku sekolah, tahun 1920-an adalah seorang penyanyi keroncong terkenal pada Radio Bandung (NIROM) yang sering pula menyanyi berkeliling di daerah sekitar Bandung. Kemudian ia memasuki dunia tonil sebagai pemain sekaligus sebagai penyanyi yang mengadakan pagelaran keliling di daerah Priangan Timur. Main film tahun 1928 yang berlanjut dengan 3 film berikutnya. Film-film itu seluruhnya film bisu. Ketika Halimoen Film ditutup tahun 1932, hilang pulalah Ibu Ining dari dunia film. Namun sampai pecahnya PD II, ia masih terus menyanyi dan sempat pula membuat rekaman di Singapura dan Malaya. Pada tahun 1935 ia meninggal dunia dalam usia 69 tahun karena sakit lever.

8. Si Tjonat (1929)
Cerita dalam film ini berputar pada kisah seseorang yang dijuluki si Tjonat. Nakal sejak kecil, si Tjonat (Lie A Tjip) melarikan diri ke Batavia (Jakarta) setelah membunuh temannya. Di kota ini ia menjadi jongos seorang Belanda, bukannya berterima kasih karena mendapat pekerjaan, ia juga menggerogoti harta nyai tuannya itu. Tak lama kemudian ia beralih profesi menjadi seorang perampok dan jatuh cinta kepada Lie Gouw Nio (Ku Fung May). Namun cintanya bertepuk sebelah tangan, penolakan Gouw Nio membuatnya dibawa lari oleh si Tjonat. Usaha jahat itu dicegah oleh Thio Sing Sang (Herman Sim) yang gagah perkasa.

9. Si Ronda (1930)
http://hermawayne.blogspot.com
Film ini disutradaria oleh Lie Tek Swie & A. LOEPIAS (Director of Photography), dan dibintangi oleh Bachtiar Efendy & Momo. Film ini bercerita tentang kisah seorang jagoan perkelahian yang mengandung unsur kebudayaan Cina.

10. Boenga Roos dari Tjikembang (1931)
http://hermawayne.blogspot.com
Film bersuara pertama di Indonesia, film ini menceritakan tentang hubungan antar etnis Cina & pribumi. Dalam film ini, The Teng Chun bertindak sebagai sutradara dan kamera. Cerita ini dikarang oleh Kwee Tek Hoay dan pernah dipentaskan Union Dalia Opera pada 1927, meskipun cuma ringkasan cerita saja, yaitu tentang Indo-Tiongha. Dan film ini diberitakan oleh pengarangnya film Cina buatan Java ini adalah karya Indo-Tiongha.

Bonus
Darah dan Doa (1950), film pertama Indonesia yang dibuat oleh orang Indonesia
http://hermawayne.blogspot.com
Darah dan Doa adalah sebuah film Indonesia karya Usmar Ismail yang diproduksi pada tahun 1950 dan dibintangi oleh Faridah. Film ini merupakan film Indonesia pertama yang sepenuhnya dibuat oleh warga pribumi. Film ini ialah produksi pertama Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini), dan tanggal syuting pertama film ini 30 Maret 1950, yang kemudian dirayakan sebagai Hari Film Nasional. Kisah film ini berasal dari skenario penyair Sitor Situmorang, menceritakan seorang pejuang revolusi Indonesia yang jatuh cinta kepada salah seorang Belanda yang menjadi tawanannya.

Sumber: perfilman.pnri.go.id

Indonesia akan terpecah ?



Djuyoto Memprediksi Tahun 2015 Indonesia Pecah. BERAGAM reaksi dan tanggapan muncul ketika wacana tentang masa depan Indonesia, yang juga dijadikan judul buku oleh Djuyoto Suntani, itu muncul dalam acara Dialog Kebangsaan berjudul Indonesia: Kemarin, Kini dan Esok sekaligus peluncuran buku tersebut. Komentar bernada pesimis, optimis, hingga rasa tidak percaya silih berganti diberikan oleh berbagai pihak yang hadir di Gedung Aneka Bhakti Departemen Sosial kemarin. Mungkinkah Indonesia benar-benar akan ‘pecah’ pada tahun 2015?

Djuyoto Suntani, sang penulis buku, menyatakan dalam bukunya paling tidak ada tujuh faktor utama yang akan menyebabkan Indonesia “pecah” menjadi 17 kepingan negeri-negeri kecil di tahun 2015. Kepingan negeri-negeri kecil itu sendiri menurutnya didirikan berdasarkan atas:

1. Kepentingan rimordial (kesamaan etnis),
2. Ikatan ekonomis (kepentingan bisnis),
3. Ikatan kultur (kesamaan budaya),
4. Ikatan ideologis (kepentingan politik), dan
5. Ikatan regilius (membangun negara berdasar agama).

Penyebab pertama adalah siklus tujuh abad atau 70 tahun. Dalam bukunya ia menuliskan;
“Seperti kita ketahui, semua yang terjadi di alam ini mengikuti suatu siklus tertentu. Eksistensi suatu bangsa dan negara juga termasuk dalam suatu siklus yang berjalan sesuai dengan ketentuan hukum alam. Dia mengambil contoh Kerajaan Sriwijaya yang berkuasa pada abad 6-7 M di mana waktu itu rakyat di kawasan Nusantara bersatu di bawah kepemimpinannya. Memasuki usia ke-70 tahun kerajaan itu mulai buyar dan muncul banyak kerajaan kecil yang mandiri berdaulat. Alhasil, di awal abad ke-9 nama Kerajaan Sriwijaya hanya tinggal sejarah. Tujuh abad kemudian (abad 13-14 M) lahir Kerajaan Majapahit di Trowulan, Jawa Timur sekarang. Kerajaan besar itu berhasil menyatukan kembali penduduk Nusantara. Namun, kerajaan ini pun bernasib sama dengan Sriwijaya. Memasuki usia ke-70 pengaruhnya mulai hilang dan bermunculanlah kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara. Nama Majapahit pun hilang ditelan bumi. Tujuh abad pasca-jatuhnya Majapahit, di tahun 1945 (abad 20) rakyat Nusantara kembali bersatu dalam suatu ikatan negara bangsa bernama Republik Indonesia (abad 20-21). Tahun 2015 akan bertepatan RI merayakan HUT-nya yang ke-70″.

Dia pun menyatakan,
“Selama ini saya selalu optimis, tapi melihat perkembangan di lapangan, apa yang terjadi pada sesama anak bangsa, sungguh mengenaskan. Irama perpolitikan nasional dewasa ini mengisyaratkan hitungan siklus bersatu dan bubar dalam tujuh abad, 70 tahun tampaknya kembali terulang. Berbagai fenomena alam yang menguat ke arah bukti kebenaran siklus sudah banyak kita saksikan. Pertengkaran sesama anak bangsa, terutama elite politik, tidak kunjung selesai, tulis Djuyoto. Penyebab kedua, Indonesia telah kehilangan figur pemersatu bangsa. Setelah Ir Soekarno dan HM Soeharto, tidak ada tokoh nasional yang benar-benar bisa mempersatukan bangsa ini. Masing-masing anak bangsa selalu merasa paling hebat, paling mampu, paling pintar, dan paling benar sendiri. Para tokoh nasional yang memimpin negeri ini belum menunjukkan berbagai sosok negarawan karena dalam memimpin lebih mengutamakan kepentingan politik golongan/kelompok daripada kepentingan bangsa (rakyat) secara luas. Kehilangan figur tokoh pemersatu adalah ancaman paling signifikan yang membawa negeri ini ke jurang perpecahan”. Katanya tegas.

Pertengkaran sesama anak bangsa yang sama-sama merasa jago dan hebat, masing-masing punya kendaraan partai, punya jaringan internasional, punya dana/uang mandiri, punya akses, merasa punya kemampuan jadi Presiden; merupakan penyebab ketiga Indonesia akan pecah berkeping-keping menjadi negara-negara kecil. Masing-masing tokoh ingin menjadi nomor satu di suatu negara. Fenomena ini sudah menguat sejak era reformasi yang dimulai dengan diterapkannya UU Otonomi Daerah.

Salah satu penyebab Indonesia akan pecah di tahun 2015 karena adanya konspirasi global. Ada grand strategy global untuk menghancurkankeutuhan Indonesia. Ada skenario tingkat tinggi yang ingin menghancurkan Indonesia atau bahkan menghilangkan nama Indonesia sebagai negara bangsa, tegasnya. Konspirasi global ini, Djuyoto Suntani melihat, terus bergerak dan bekerja secara cerdas dengan menggunakan kekuatan canggih melalui penetrasi budaya, penyesatan opini, arus investasi, berbagai tema kampanye indah seperti demokratisasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender, modernisasi, kebebasan pers, kemakmuran, kesejahteraan, sampai pada mimpi-mimpi indah lewat bisnis obat-obatan terlarang dengan segmen generasi muda.

Penyebab utama kelima Indonesia akan”‘pecah” dalam penilaiannya adalah faktor nama. Apa yang salah dengan nama? Ternyata, nama Indonesia sesungguhnya berasal dari warisan kolonial Belanda yakni East-India atau India Timur alias Hindia Belanda. Kalangan tokoh politik Belanda tingkat atas malah sering menyebut Indonesia dengan singkatan: In-corporate Do/e-Netherland in-Asia atau kalau diartikan secara bebas
nama Indonesia sama dengan singkatan Perusahaan Belanda yang berada di Asia. Pemberian nama Indonesia oleh Belanda memang memiliki agenda politik tersembunyi sebab Belanda tidak rela Indonesia menjadi bangsa dan negara yang besar. Nama orisinil kawasan negeri ini yang benar adalah Nusantara, yang berasal dari kata Bahasa Sansekerta Nusa (pulau) dan Antara. Artinya, negara yang terletak di antara pulau-pulau terbesar dan terbanyak di dunia sebab negara kita merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Bila para anak bangsa tahun 2015 mampu menyelamatkan keutuhan negeri ini sebagai satu bangsa, salah satu opsi adalah dengan penggantian nama dari Indonesia menjadi Nusantara. Nama Nusantara lebih relevan, orisinil, berasal dari jiwa bumi sendiri dan lebih membawa keberuntungan, pesan Djuyoto. Namun, karena perpecahan sudah di ujung tanduk, salah satu agenda dalam membangun komitmen baru sebagai bangsa dalam pandangannya adalah dengan cara (perlu direnungkan) mengganti nama Indonesia menjadi Nusantara. Karena, nama memiliki arti serta memberi berkah tersendiri. Tidak hanya nama Indonesia yang bisa menjadi penyebab negeri ini pecah, nama Jakarta pun ternyata ikut berpengaruh terhadap keutuhan republik ini.

Nama Jakarta, Djuyoto mengungkapkan, memiliki konotasi negatif bagi sebagian besar masyarakat. Bila kita ingin menyelamatkan Indonesia dari ancaman perpecahan serta punya komitmen bersama untuk membawa negara ini menjadi negara besar yang dihormati dunia internasional, maka nama ibukota negara seyogianya dikembalikan kepada nama awalnya yaitu Jayakarta. Nama Jayakarta lebih tepat sebagai roh spirit Ke-Jaya-an Ibukota negara daripada nama Jakarta, sarannya.

Penyebab terakhir pecahnya Indonesia adalah gonjang ganjing pemilihan Presiden tahun 2014. Dia menyatakan dalam Pilpres 2009 bisa saja sejumlah tokoh yang kalah masih mampu mengendalikan diri tapi gejolak massa akar rumput yang berasal dari massa pendukung tidak mau menerima kekalahan jago pilihannya. Mereka lalu mempersiapkan diri untuk maju bertarung lagi pada Pilpres 2014. Pilpres 2014 adalah puncak ledakan dashyat gunung es yang benar-benar membahayakan integrasi Indonesia. Menurut Djuyoto dari informasi yang ia peroleh di seluruh penjuru Tanah-Air, indikasi karena gengsi kalah bersaing dalam Pilpres Indonesia lantas mengambil keputusan radikal dengan mendeklarasikan negara baru bukanlah sekedar omong kosong tapi akan terbukti. Pergolakan alam negeri ini seperti gunung es yang tampak tenang di permukaan namun setiap saat pasti meletus dengan dashyat.

Djuyoto Suntani menjelaskan, pada Pilpres 2014 bakal bermunculan figur dari berbagai daerah yang mulai berani bertarung memperebutkan kursi RI-1 untuk bersaing dengan tokoh nasional di Jakarta. Para tokoh daerah sudah dibekali modal setara dengan para tokoh nasional di Jakarta. Jika mereka kalah dalam Pilpres 2014, karena desakan massa pendukung, opsi lain adalah mendirikan negara baru, melepaskan diri dari Jakarta. Gonjang ganjing Indonesia sebagai bangsa akan mencapai titik didih terpanas pada Pilpres 2014. Jika kita tidak mampu mengendalikan keutuhan negeri ini, tahun 2015 Indonesia benar-benar pecah. Para Capres Indonesia 2014 yang gagal ramai-ramai akan pulang kampung untuk mendeklarasikan negara baru. Mereka merasa punya kemampuan, punya harga diri, punya uang, punya jaringan dan punya massa/rakyat pendukung. Perubahan dan pergolakan politik nasional pada tahun 2014 diperkirakan bisa lebih dashyat karena tidak ada lagi figur tokoh pemersatu yang dihormati dan diterima oleh seluruh bangsa.

Agar Indonesia tidak pecah, dia menyerukan seluruh elemen bangsa untuk bersatu dan bersatu. Dia berharap seluruh bangsa menyadari ancaman yang ada di depan mata dan kemudian saling bergandengan tangan bersatu untuk menyelesaikan semua permasalahan bangsa. Djuyoto bilang buku ini ditulis sebagai peringatan dini, sebagai salah satu wujud untuk berupaya menyelamatkan Indonesia dari ancaman kehancuran. Dengan adanya buku ini diharapkan semoga anak-anak bangsa mulai menyadari bahwa hantu Indonesia pecah sudah berada di depan mata. Kalau sudah paham, diharapkan mulai tumbuh kesadaran dari dalam hati lalu secara bersama-sama mengambil langkah untuk mencegah.

ke 17 negara itu antara lain.

1.Naggroe Atjeh Darrusallam : Banda Atjeh
2.Sumatra Utara : Medan
3.Sumatra Selatan : Lampung
4.Sunda Kecil : Jakarta
5.Jamar (Jawa Madura) : Surakarta
6.Yogyakarta : Yogyakarta
7.Kalimantan Barat : Pontianak
8.Kalimantan Timur : Samarinda
9.Ternate Tidore : Ternate
10.Sulawesi Selatan : Makassar
11.Sulawesi Utara : Manado
12.Nusa Tenggara : Mataram
13.Flobamora & Sumba: Kupang
14.Timor Leste : Dili
15.Maluku Selatan : Ambon
16.Maluku Tenggara : Tual
17.Papua Barat : Jayapura

Sumber: http://www.mypepito.info/2009/10/hot-news-tahun-2015-indonesia-bisa.html

Rabu, 11 Juli 2012

Monodialog ?



Aku pernah merasa menjadi manusia paling dikhianati di dunia, atau paling bersalah, atau paling bermasalah, atau paling tak beruntung hidupnya. Aku pernah berjalan sendirian di pinggir jalanan kota, pada senja penghabisan, sementara bus dan mobil-mobil berjalan seperti manusia-manusia lainnya yang tak perhatian. Aku pernah merasa tak punya teman unuk sekadar mendengarkan apa yang kurasakan.” Katamu, pilu. 

Ada perasaan sedih yang tak bisa kujelaskan, seperti kabel-kabel listrik yang menggantung di langit senja sebuah kota, atau spanduk dan papan-papan reklame: Bagaimana caranya mengurai kompleksitas menjadi sesuatu yang sederhana dan nyata? Kemana sesungguhnya manusia harus berjalan—untuk menemukan kebahagiaan? Sementara mal dan pusat-pusat perbelanjaan, tempat hiburan, juga restoran, yang selalu tampak ramah mengajak kita berjunjung ke sana: Tak pernah benar-benar jujur menerima diri kita apa adanya. 

Kita semua memiliki hal-hal yang bisa kita tangani lebih baik daripada orang lain melakukannya. Sayangnya, kadang-kadang kita kehilangan kemampuan terbaik itu—justru di saat-saat ketika kita benar-benar membutuhkannya. Kadang-kadang ruang yang kita miliki sangat terbatas untuk memperbolehkan orang lain berada di sana. Kadang-kadang kita hanya ingin sendirian. Sampai kita berjalan di lorong stasiun, atau berdiri di eskalator pusat perbelanjaan, melihat kemurungan, rasa sedih, kekhawatiran yang sama di wajah banyak orang: Ternyata kita semua punya masalah.” Katamu, ragu-ragu. 

Aku mengerti. Aku pernah berdiri di atas sepatu yang kau kenakan. Tapi ke mana kita harus pergi? Menuju kehidupan yang mana kita harus pergi? Benarkah kita harus pergi? Orang-orang yang kita sangka berbahagia, ternyata menyimpan kesedihan dan penderitaan yang lebih dalam dari yang bisa kita bayangkan. 

Kadang-kadang aku kangen rumah. Tak ada satupun rumah yang tak memiliki masalah. Tetapi di rumah, semua masalah selalu terasa lebih mudah. Jika kau bertanya kenapa? Aku tak bisa menjelaskannya.” Katamu, masih ragu-ragu.

Kemudian aku ingat rumah: Oh, aku merindukan kenyamanan dan ketidaknyamanan sebuah rumah. Aku merindukan asap nasi goreng yang mengepul dari dapur, juga suara batuk Ibu, terhirup dan terdengar hingga ruang tamu. Oh, aku merindukan bau meja makan rumah yang tak pernah kutemukan di mana-mana. Ibu dan Ayah pernah bertengkar, tetapi mereka tetap berusaha menjadi orang tua yang baik. Utang-utang ayah. Tagihan listrik yang naik. Pacar baru kakak yang selingkuh dengan sahabatnya. Adik yang cedera seusai pertandingan sepakbola. Oh, mungkin aku harus pulang, dalam pengertian sesungguhnya.

Kenapa aku menangis? Kenapa kamu menangis? Sebagian dari kita percaya bahwa kita bisa membuat perbedaan, kita bisa mengubah sesuatu, hingga saatnya kita benar-benar terbangun, dan menyadari bahwa kita telah gagal.” Katamu, sedih.

Ah, mengapa kita selalu membuat diri kita merasa bersalah? Mengapa kita cenderung memilih menjadi pemurung? Mengapa kita tak pernah mengucapkan terima kasih pada diri kita sendiri—atas hal-hal baik, juga hal-hal buruk, yang sudah kita lakukan sejauh ini? Terima kasih telah selalu bertahan, dan telah selalu memutuskan untuk kembali berjalan... 

Terima kasih,” katamu tiba-tiba, pada diri sendiri, “Untuk hal-hal yang terkatakan dan tak terkatakan.

Lalu aku mengirim SMS untuk nomor teleponku sendiri: Terima kasih. Hanya kamu yang bisa menerimaku apa adanya. Dan hanya dengan membuatmu bahagia, maka akupun akan berbahagia. 

Sumber :berbagai web dan kalimat fahdjibran

Minggu, 08 Juli 2012

25 Pemimpin Terbaik Dunia

 Seperti yang dilansir dari situs www.worldmayor.com Terdapat 25 Nominasi pemimpin yang dipilih karena membawa perubahan terhadap kota yang dipimpin nya.
Berikut nama-nama walikota/pemimpin yang berhasil masuk nominasi walikota/pemimpin terbaik di dunia:


1. Régis Labeaume, Mayor of Québec City, Canada
2.





2. Stephanie Rawlings-Blake, Mayor of Baltimore, USA






3. John F Cook, Mayor of El Paso, USA





4. R T Rybak, Mayor of Minneapolis, USA





5. Cory Booker, Mayor of Newark, USA





6. Eduardo Paes, Mayor of Rio de Janeiro, Brazil





7. Rabindranath Quinteros Lara, Mayor of Puerto Montt, Chile





8. Alfonso Sánchez Garza, Mayor of Matamoros, Mexico






9. Susana Villarán, Mayor of Lima, Peru






10. Freddy Thielemans, Mayor of Brussels,






11. Matteo Renzi, Mayor of Florence, Italy





12. Ahmed Aboutaleb, Mayor of Rotterdam, Netherlands







13. Fabian Stang, Mayor of Oslo, Norway





14. Jacek Majchrowski, Mayor of Kraków, Poland




15. Zoran Jankovic, Mayor of Ljubljana, Slovenia





16. Iñaki Azkuna, Mayor of Bilbao, Spain






17. Joko Widodo, Mayor of Surakarta, Indonesia






18.  Ron Huldai, Mayor of Tel Aviv, Israel






19. Edgardo Pamintuan, Mayor of Angeles City, Philippines






20. Park Wan-su, Mayor of Changwon City, South Korea






21. Melih Gökçek, Mayor of Ankara, Turkey





22. Lisa Scaffidi, Mayor of Perth, Australia





23. Len Brown, Mayor of Auckland, New Zealand





24. Mouhib Khatir, Mayor of Zeralda, Algeria






25. Ayodele Adebowale Adewale, Mayor of Amuwo Odofin LG, Lagos, Nigeria