Bogor Jawa Barat

Institute Pertanian Bogor.

Universitas Negeri Yogyakarta

Fakultas Tekhnik.

SMECDA

Kementrian Koperasi dan UKM Jakarta.

BPU UPI

Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

Jumat, 20 Juli 2012

10 Film Pertama Indonesia

1. Loetoeng Kasaroeng (1926)
http://hermawayne.blogspot.com
Loetoeng Kasaroeng adalah sebuah film Indonesia tahun 1926. Meskipun diproduksi dan disutradarai oleh pembuat film Belanda, film ini merupakan film pertama yang dirilis secara komersial yang melibatkan aktor Indonesia.

2. Eulis Atjih (1927)
http://hermawayne.blogspot.com
Sebuah film bisu bergenre melodrama keluarga, film ini disutradarai oleh G. Kruger dan dibintangi oleh Arsad & Soekria. Film ini diputar bersama-sama dengan musik keroncong yang dilakukan oleh kelompok yang dipimpin oleh Kajoon, seorang musisi yang populer pada waktu itu. Kisah Eulis Atjih, seorang istri yang setia yang harus hidup melarat bersama anak-anaknya karena ditinggal suaminya yang meninggalkannya untuk berfoya-foya dengan wanita lain, walaupun dengan berbagai masalah, akhirnya dengan kebesaran hatinya Eulis mau menerima suaminya kembali walaupun suaminya telah jatuh miskin.

3. Lily Van Java (1928)
http://hermawayne.blogspot.com
Film yang diproduksi perusahaan The South Sea Film dan dibuat bulan Juni 1928. Bercerita tentang gadis yang dijodohkan orang tuanya padahal dia sudah punya pilihan sendiri. Pertama dibuat oleh Len H. Roos, seorang Amerika yang berada di Indonesia untuk menggarap film Java. Ketika dia pulang, dilanjutkan oleh Nelson Wong yang bekerja sama dengan David Wong, karyawan penting perusaahaan General Motors di Batavia yang berminat pada kesenian, membentuk Hatimoen Film. Pada akhirnya, film Lily van Java diambil alih oleh Halimoen. Menurut wartawan Leopold Gan, film ini tetap digemari selama bertahun-tahun sampai filmnya rusak. Lily van Java merupakan film Tionghoa pertama yang dibuat di Indonesia.

4. Resia Boroboedoer (1928)
http://hermawayne.blogspot.com
Film yang diproduksi oleh Nancing Film Co, yang dibintangi oleh Olive Young, merupakan film bisu yang bercerita tentang Young pei fen yang menemukan sebuah buku resia (rahasia) milik ayahnya yang menceritakan tentang sebuah bangunan candi terkenal (Borobudur). Diceritakan juga di candi tersebut terdapat sebuah harta karun yang tak ternilai, yaitu guci berisi abu sang Buddha Gautama.

5. Setangan Berloemoer Darah (1928)
Film yang disutradarai oleh Tan Boen San, setelah pencarian di beberapa sumber, sinopsis film ini belum diketahui secara pasti.

6. Njai Dasima I (1929)
http://hermawayne.blogspot.com
Film ini berasal dari sebuah karangan G. Francis tahun 1896 yang diambil dari kisah nyata, kisah seorang istri simpanan, Njai (nyai) Dasima yang terjadi di Tangerang dan Betawi/Batavia yang terjadi sekitar tahun 1813-1820-an. Nyai Dasima, seorang gadis yang berasal dari Kuripan, Bogor, Jawa Barat. Ia menjadi istri simpanan seorang pria berkebangsaan Inggris bernama Edward William. Oleh sebab itu, akhirnya ia pindah ke Betawi/Batavia. Karena kecantikan dan kekayaannya, Dasima menjadi terkenal. salah seorang penggemar beratnya Samiun yang begitu bersemangat memiliki Nyai Dasima membujuk Mak Buyung untuk membujuk Nyai Dasima agar mau menerima cintanya. Mak buyung berhasil membujuk Dasima walaupun Samiun sudah beristri. Hingga akhirnya Nyai Dasima disia-siakan Samiun setelah berhasil dijadikan istri muda.

7. Rampok Preanger (1929)
Ibu Ining tidak pernah menduduki bangku sekolah, tahun 1920-an adalah seorang penyanyi keroncong terkenal pada Radio Bandung (NIROM) yang sering pula menyanyi berkeliling di daerah sekitar Bandung. Kemudian ia memasuki dunia tonil sebagai pemain sekaligus sebagai penyanyi yang mengadakan pagelaran keliling di daerah Priangan Timur. Main film tahun 1928 yang berlanjut dengan 3 film berikutnya. Film-film itu seluruhnya film bisu. Ketika Halimoen Film ditutup tahun 1932, hilang pulalah Ibu Ining dari dunia film. Namun sampai pecahnya PD II, ia masih terus menyanyi dan sempat pula membuat rekaman di Singapura dan Malaya. Pada tahun 1935 ia meninggal dunia dalam usia 69 tahun karena sakit lever.

8. Si Tjonat (1929)
Cerita dalam film ini berputar pada kisah seseorang yang dijuluki si Tjonat. Nakal sejak kecil, si Tjonat (Lie A Tjip) melarikan diri ke Batavia (Jakarta) setelah membunuh temannya. Di kota ini ia menjadi jongos seorang Belanda, bukannya berterima kasih karena mendapat pekerjaan, ia juga menggerogoti harta nyai tuannya itu. Tak lama kemudian ia beralih profesi menjadi seorang perampok dan jatuh cinta kepada Lie Gouw Nio (Ku Fung May). Namun cintanya bertepuk sebelah tangan, penolakan Gouw Nio membuatnya dibawa lari oleh si Tjonat. Usaha jahat itu dicegah oleh Thio Sing Sang (Herman Sim) yang gagah perkasa.

9. Si Ronda (1930)
http://hermawayne.blogspot.com
Film ini disutradaria oleh Lie Tek Swie & A. LOEPIAS (Director of Photography), dan dibintangi oleh Bachtiar Efendy & Momo. Film ini bercerita tentang kisah seorang jagoan perkelahian yang mengandung unsur kebudayaan Cina.

10. Boenga Roos dari Tjikembang (1931)
http://hermawayne.blogspot.com
Film bersuara pertama di Indonesia, film ini menceritakan tentang hubungan antar etnis Cina & pribumi. Dalam film ini, The Teng Chun bertindak sebagai sutradara dan kamera. Cerita ini dikarang oleh Kwee Tek Hoay dan pernah dipentaskan Union Dalia Opera pada 1927, meskipun cuma ringkasan cerita saja, yaitu tentang Indo-Tiongha. Dan film ini diberitakan oleh pengarangnya film Cina buatan Java ini adalah karya Indo-Tiongha.

Bonus
Darah dan Doa (1950), film pertama Indonesia yang dibuat oleh orang Indonesia
http://hermawayne.blogspot.com
Darah dan Doa adalah sebuah film Indonesia karya Usmar Ismail yang diproduksi pada tahun 1950 dan dibintangi oleh Faridah. Film ini merupakan film Indonesia pertama yang sepenuhnya dibuat oleh warga pribumi. Film ini ialah produksi pertama Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini), dan tanggal syuting pertama film ini 30 Maret 1950, yang kemudian dirayakan sebagai Hari Film Nasional. Kisah film ini berasal dari skenario penyair Sitor Situmorang, menceritakan seorang pejuang revolusi Indonesia yang jatuh cinta kepada salah seorang Belanda yang menjadi tawanannya.

Sumber: perfilman.pnri.go.id

Indonesia akan terpecah ?



Djuyoto Memprediksi Tahun 2015 Indonesia Pecah. BERAGAM reaksi dan tanggapan muncul ketika wacana tentang masa depan Indonesia, yang juga dijadikan judul buku oleh Djuyoto Suntani, itu muncul dalam acara Dialog Kebangsaan berjudul Indonesia: Kemarin, Kini dan Esok sekaligus peluncuran buku tersebut. Komentar bernada pesimis, optimis, hingga rasa tidak percaya silih berganti diberikan oleh berbagai pihak yang hadir di Gedung Aneka Bhakti Departemen Sosial kemarin. Mungkinkah Indonesia benar-benar akan ‘pecah’ pada tahun 2015?

Djuyoto Suntani, sang penulis buku, menyatakan dalam bukunya paling tidak ada tujuh faktor utama yang akan menyebabkan Indonesia “pecah” menjadi 17 kepingan negeri-negeri kecil di tahun 2015. Kepingan negeri-negeri kecil itu sendiri menurutnya didirikan berdasarkan atas:

1. Kepentingan rimordial (kesamaan etnis),
2. Ikatan ekonomis (kepentingan bisnis),
3. Ikatan kultur (kesamaan budaya),
4. Ikatan ideologis (kepentingan politik), dan
5. Ikatan regilius (membangun negara berdasar agama).

Penyebab pertama adalah siklus tujuh abad atau 70 tahun. Dalam bukunya ia menuliskan;
“Seperti kita ketahui, semua yang terjadi di alam ini mengikuti suatu siklus tertentu. Eksistensi suatu bangsa dan negara juga termasuk dalam suatu siklus yang berjalan sesuai dengan ketentuan hukum alam. Dia mengambil contoh Kerajaan Sriwijaya yang berkuasa pada abad 6-7 M di mana waktu itu rakyat di kawasan Nusantara bersatu di bawah kepemimpinannya. Memasuki usia ke-70 tahun kerajaan itu mulai buyar dan muncul banyak kerajaan kecil yang mandiri berdaulat. Alhasil, di awal abad ke-9 nama Kerajaan Sriwijaya hanya tinggal sejarah. Tujuh abad kemudian (abad 13-14 M) lahir Kerajaan Majapahit di Trowulan, Jawa Timur sekarang. Kerajaan besar itu berhasil menyatukan kembali penduduk Nusantara. Namun, kerajaan ini pun bernasib sama dengan Sriwijaya. Memasuki usia ke-70 pengaruhnya mulai hilang dan bermunculanlah kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara. Nama Majapahit pun hilang ditelan bumi. Tujuh abad pasca-jatuhnya Majapahit, di tahun 1945 (abad 20) rakyat Nusantara kembali bersatu dalam suatu ikatan negara bangsa bernama Republik Indonesia (abad 20-21). Tahun 2015 akan bertepatan RI merayakan HUT-nya yang ke-70″.

Dia pun menyatakan,
“Selama ini saya selalu optimis, tapi melihat perkembangan di lapangan, apa yang terjadi pada sesama anak bangsa, sungguh mengenaskan. Irama perpolitikan nasional dewasa ini mengisyaratkan hitungan siklus bersatu dan bubar dalam tujuh abad, 70 tahun tampaknya kembali terulang. Berbagai fenomena alam yang menguat ke arah bukti kebenaran siklus sudah banyak kita saksikan. Pertengkaran sesama anak bangsa, terutama elite politik, tidak kunjung selesai, tulis Djuyoto. Penyebab kedua, Indonesia telah kehilangan figur pemersatu bangsa. Setelah Ir Soekarno dan HM Soeharto, tidak ada tokoh nasional yang benar-benar bisa mempersatukan bangsa ini. Masing-masing anak bangsa selalu merasa paling hebat, paling mampu, paling pintar, dan paling benar sendiri. Para tokoh nasional yang memimpin negeri ini belum menunjukkan berbagai sosok negarawan karena dalam memimpin lebih mengutamakan kepentingan politik golongan/kelompok daripada kepentingan bangsa (rakyat) secara luas. Kehilangan figur tokoh pemersatu adalah ancaman paling signifikan yang membawa negeri ini ke jurang perpecahan”. Katanya tegas.

Pertengkaran sesama anak bangsa yang sama-sama merasa jago dan hebat, masing-masing punya kendaraan partai, punya jaringan internasional, punya dana/uang mandiri, punya akses, merasa punya kemampuan jadi Presiden; merupakan penyebab ketiga Indonesia akan pecah berkeping-keping menjadi negara-negara kecil. Masing-masing tokoh ingin menjadi nomor satu di suatu negara. Fenomena ini sudah menguat sejak era reformasi yang dimulai dengan diterapkannya UU Otonomi Daerah.

Salah satu penyebab Indonesia akan pecah di tahun 2015 karena adanya konspirasi global. Ada grand strategy global untuk menghancurkankeutuhan Indonesia. Ada skenario tingkat tinggi yang ingin menghancurkan Indonesia atau bahkan menghilangkan nama Indonesia sebagai negara bangsa, tegasnya. Konspirasi global ini, Djuyoto Suntani melihat, terus bergerak dan bekerja secara cerdas dengan menggunakan kekuatan canggih melalui penetrasi budaya, penyesatan opini, arus investasi, berbagai tema kampanye indah seperti demokratisasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender, modernisasi, kebebasan pers, kemakmuran, kesejahteraan, sampai pada mimpi-mimpi indah lewat bisnis obat-obatan terlarang dengan segmen generasi muda.

Penyebab utama kelima Indonesia akan”‘pecah” dalam penilaiannya adalah faktor nama. Apa yang salah dengan nama? Ternyata, nama Indonesia sesungguhnya berasal dari warisan kolonial Belanda yakni East-India atau India Timur alias Hindia Belanda. Kalangan tokoh politik Belanda tingkat atas malah sering menyebut Indonesia dengan singkatan: In-corporate Do/e-Netherland in-Asia atau kalau diartikan secara bebas
nama Indonesia sama dengan singkatan Perusahaan Belanda yang berada di Asia. Pemberian nama Indonesia oleh Belanda memang memiliki agenda politik tersembunyi sebab Belanda tidak rela Indonesia menjadi bangsa dan negara yang besar. Nama orisinil kawasan negeri ini yang benar adalah Nusantara, yang berasal dari kata Bahasa Sansekerta Nusa (pulau) dan Antara. Artinya, negara yang terletak di antara pulau-pulau terbesar dan terbanyak di dunia sebab negara kita merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Bila para anak bangsa tahun 2015 mampu menyelamatkan keutuhan negeri ini sebagai satu bangsa, salah satu opsi adalah dengan penggantian nama dari Indonesia menjadi Nusantara. Nama Nusantara lebih relevan, orisinil, berasal dari jiwa bumi sendiri dan lebih membawa keberuntungan, pesan Djuyoto. Namun, karena perpecahan sudah di ujung tanduk, salah satu agenda dalam membangun komitmen baru sebagai bangsa dalam pandangannya adalah dengan cara (perlu direnungkan) mengganti nama Indonesia menjadi Nusantara. Karena, nama memiliki arti serta memberi berkah tersendiri. Tidak hanya nama Indonesia yang bisa menjadi penyebab negeri ini pecah, nama Jakarta pun ternyata ikut berpengaruh terhadap keutuhan republik ini.

Nama Jakarta, Djuyoto mengungkapkan, memiliki konotasi negatif bagi sebagian besar masyarakat. Bila kita ingin menyelamatkan Indonesia dari ancaman perpecahan serta punya komitmen bersama untuk membawa negara ini menjadi negara besar yang dihormati dunia internasional, maka nama ibukota negara seyogianya dikembalikan kepada nama awalnya yaitu Jayakarta. Nama Jayakarta lebih tepat sebagai roh spirit Ke-Jaya-an Ibukota negara daripada nama Jakarta, sarannya.

Penyebab terakhir pecahnya Indonesia adalah gonjang ganjing pemilihan Presiden tahun 2014. Dia menyatakan dalam Pilpres 2009 bisa saja sejumlah tokoh yang kalah masih mampu mengendalikan diri tapi gejolak massa akar rumput yang berasal dari massa pendukung tidak mau menerima kekalahan jago pilihannya. Mereka lalu mempersiapkan diri untuk maju bertarung lagi pada Pilpres 2014. Pilpres 2014 adalah puncak ledakan dashyat gunung es yang benar-benar membahayakan integrasi Indonesia. Menurut Djuyoto dari informasi yang ia peroleh di seluruh penjuru Tanah-Air, indikasi karena gengsi kalah bersaing dalam Pilpres Indonesia lantas mengambil keputusan radikal dengan mendeklarasikan negara baru bukanlah sekedar omong kosong tapi akan terbukti. Pergolakan alam negeri ini seperti gunung es yang tampak tenang di permukaan namun setiap saat pasti meletus dengan dashyat.

Djuyoto Suntani menjelaskan, pada Pilpres 2014 bakal bermunculan figur dari berbagai daerah yang mulai berani bertarung memperebutkan kursi RI-1 untuk bersaing dengan tokoh nasional di Jakarta. Para tokoh daerah sudah dibekali modal setara dengan para tokoh nasional di Jakarta. Jika mereka kalah dalam Pilpres 2014, karena desakan massa pendukung, opsi lain adalah mendirikan negara baru, melepaskan diri dari Jakarta. Gonjang ganjing Indonesia sebagai bangsa akan mencapai titik didih terpanas pada Pilpres 2014. Jika kita tidak mampu mengendalikan keutuhan negeri ini, tahun 2015 Indonesia benar-benar pecah. Para Capres Indonesia 2014 yang gagal ramai-ramai akan pulang kampung untuk mendeklarasikan negara baru. Mereka merasa punya kemampuan, punya harga diri, punya uang, punya jaringan dan punya massa/rakyat pendukung. Perubahan dan pergolakan politik nasional pada tahun 2014 diperkirakan bisa lebih dashyat karena tidak ada lagi figur tokoh pemersatu yang dihormati dan diterima oleh seluruh bangsa.

Agar Indonesia tidak pecah, dia menyerukan seluruh elemen bangsa untuk bersatu dan bersatu. Dia berharap seluruh bangsa menyadari ancaman yang ada di depan mata dan kemudian saling bergandengan tangan bersatu untuk menyelesaikan semua permasalahan bangsa. Djuyoto bilang buku ini ditulis sebagai peringatan dini, sebagai salah satu wujud untuk berupaya menyelamatkan Indonesia dari ancaman kehancuran. Dengan adanya buku ini diharapkan semoga anak-anak bangsa mulai menyadari bahwa hantu Indonesia pecah sudah berada di depan mata. Kalau sudah paham, diharapkan mulai tumbuh kesadaran dari dalam hati lalu secara bersama-sama mengambil langkah untuk mencegah.

ke 17 negara itu antara lain.

1.Naggroe Atjeh Darrusallam : Banda Atjeh
2.Sumatra Utara : Medan
3.Sumatra Selatan : Lampung
4.Sunda Kecil : Jakarta
5.Jamar (Jawa Madura) : Surakarta
6.Yogyakarta : Yogyakarta
7.Kalimantan Barat : Pontianak
8.Kalimantan Timur : Samarinda
9.Ternate Tidore : Ternate
10.Sulawesi Selatan : Makassar
11.Sulawesi Utara : Manado
12.Nusa Tenggara : Mataram
13.Flobamora & Sumba: Kupang
14.Timor Leste : Dili
15.Maluku Selatan : Ambon
16.Maluku Tenggara : Tual
17.Papua Barat : Jayapura

Sumber: http://www.mypepito.info/2009/10/hot-news-tahun-2015-indonesia-bisa.html

Rabu, 11 Juli 2012

Monodialog ?



Aku pernah merasa menjadi manusia paling dikhianati di dunia, atau paling bersalah, atau paling bermasalah, atau paling tak beruntung hidupnya. Aku pernah berjalan sendirian di pinggir jalanan kota, pada senja penghabisan, sementara bus dan mobil-mobil berjalan seperti manusia-manusia lainnya yang tak perhatian. Aku pernah merasa tak punya teman unuk sekadar mendengarkan apa yang kurasakan.” Katamu, pilu. 

Ada perasaan sedih yang tak bisa kujelaskan, seperti kabel-kabel listrik yang menggantung di langit senja sebuah kota, atau spanduk dan papan-papan reklame: Bagaimana caranya mengurai kompleksitas menjadi sesuatu yang sederhana dan nyata? Kemana sesungguhnya manusia harus berjalan—untuk menemukan kebahagiaan? Sementara mal dan pusat-pusat perbelanjaan, tempat hiburan, juga restoran, yang selalu tampak ramah mengajak kita berjunjung ke sana: Tak pernah benar-benar jujur menerima diri kita apa adanya. 

Kita semua memiliki hal-hal yang bisa kita tangani lebih baik daripada orang lain melakukannya. Sayangnya, kadang-kadang kita kehilangan kemampuan terbaik itu—justru di saat-saat ketika kita benar-benar membutuhkannya. Kadang-kadang ruang yang kita miliki sangat terbatas untuk memperbolehkan orang lain berada di sana. Kadang-kadang kita hanya ingin sendirian. Sampai kita berjalan di lorong stasiun, atau berdiri di eskalator pusat perbelanjaan, melihat kemurungan, rasa sedih, kekhawatiran yang sama di wajah banyak orang: Ternyata kita semua punya masalah.” Katamu, ragu-ragu. 

Aku mengerti. Aku pernah berdiri di atas sepatu yang kau kenakan. Tapi ke mana kita harus pergi? Menuju kehidupan yang mana kita harus pergi? Benarkah kita harus pergi? Orang-orang yang kita sangka berbahagia, ternyata menyimpan kesedihan dan penderitaan yang lebih dalam dari yang bisa kita bayangkan. 

Kadang-kadang aku kangen rumah. Tak ada satupun rumah yang tak memiliki masalah. Tetapi di rumah, semua masalah selalu terasa lebih mudah. Jika kau bertanya kenapa? Aku tak bisa menjelaskannya.” Katamu, masih ragu-ragu.

Kemudian aku ingat rumah: Oh, aku merindukan kenyamanan dan ketidaknyamanan sebuah rumah. Aku merindukan asap nasi goreng yang mengepul dari dapur, juga suara batuk Ibu, terhirup dan terdengar hingga ruang tamu. Oh, aku merindukan bau meja makan rumah yang tak pernah kutemukan di mana-mana. Ibu dan Ayah pernah bertengkar, tetapi mereka tetap berusaha menjadi orang tua yang baik. Utang-utang ayah. Tagihan listrik yang naik. Pacar baru kakak yang selingkuh dengan sahabatnya. Adik yang cedera seusai pertandingan sepakbola. Oh, mungkin aku harus pulang, dalam pengertian sesungguhnya.

Kenapa aku menangis? Kenapa kamu menangis? Sebagian dari kita percaya bahwa kita bisa membuat perbedaan, kita bisa mengubah sesuatu, hingga saatnya kita benar-benar terbangun, dan menyadari bahwa kita telah gagal.” Katamu, sedih.

Ah, mengapa kita selalu membuat diri kita merasa bersalah? Mengapa kita cenderung memilih menjadi pemurung? Mengapa kita tak pernah mengucapkan terima kasih pada diri kita sendiri—atas hal-hal baik, juga hal-hal buruk, yang sudah kita lakukan sejauh ini? Terima kasih telah selalu bertahan, dan telah selalu memutuskan untuk kembali berjalan... 

Terima kasih,” katamu tiba-tiba, pada diri sendiri, “Untuk hal-hal yang terkatakan dan tak terkatakan.

Lalu aku mengirim SMS untuk nomor teleponku sendiri: Terima kasih. Hanya kamu yang bisa menerimaku apa adanya. Dan hanya dengan membuatmu bahagia, maka akupun akan berbahagia. 

Sumber :berbagai web dan kalimat fahdjibran

Minggu, 08 Juli 2012

25 Pemimpin Terbaik Dunia

 Seperti yang dilansir dari situs www.worldmayor.com Terdapat 25 Nominasi pemimpin yang dipilih karena membawa perubahan terhadap kota yang dipimpin nya.
Berikut nama-nama walikota/pemimpin yang berhasil masuk nominasi walikota/pemimpin terbaik di dunia:


1. Régis Labeaume, Mayor of Québec City, Canada
2.





2. Stephanie Rawlings-Blake, Mayor of Baltimore, USA






3. John F Cook, Mayor of El Paso, USA





4. R T Rybak, Mayor of Minneapolis, USA





5. Cory Booker, Mayor of Newark, USA





6. Eduardo Paes, Mayor of Rio de Janeiro, Brazil





7. Rabindranath Quinteros Lara, Mayor of Puerto Montt, Chile





8. Alfonso Sánchez Garza, Mayor of Matamoros, Mexico






9. Susana Villarán, Mayor of Lima, Peru






10. Freddy Thielemans, Mayor of Brussels,






11. Matteo Renzi, Mayor of Florence, Italy





12. Ahmed Aboutaleb, Mayor of Rotterdam, Netherlands







13. Fabian Stang, Mayor of Oslo, Norway





14. Jacek Majchrowski, Mayor of Kraków, Poland




15. Zoran Jankovic, Mayor of Ljubljana, Slovenia





16. Iñaki Azkuna, Mayor of Bilbao, Spain






17. Joko Widodo, Mayor of Surakarta, Indonesia






18.  Ron Huldai, Mayor of Tel Aviv, Israel






19. Edgardo Pamintuan, Mayor of Angeles City, Philippines






20. Park Wan-su, Mayor of Changwon City, South Korea






21. Melih Gökçek, Mayor of Ankara, Turkey





22. Lisa Scaffidi, Mayor of Perth, Australia





23. Len Brown, Mayor of Auckland, New Zealand





24. Mouhib Khatir, Mayor of Zeralda, Algeria






25. Ayodele Adebowale Adewale, Mayor of Amuwo Odofin LG, Lagos, Nigeria






20 Top Akademisi Muda Indonesia

Majalah CAMPUS Indonesia terbitan Agustus 2011 memaparkan 20 Akademisi Top Indonesia. Mereka muda, berprestasi, dan penuh karya di sejumlah universitas di Indonesia. Akademisi tersebut semuanya berusia di bawah 50 tahun. Berikut ini nama-nama mereka.
1. Prof. Firmanzah, 35 tahun, dekan Fakultas Ekonomi termuda, Universitas Indonesia.

2. Prof. Eko Prasojo, 41 tahun, profesor termuda di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (35 tahun).

3. Prof. Adrianus Meliala, 45 tahun, pakar kriminologi Universitas Indonesia.

4. Prof. Ismunandar, 38 tahun, profesor termuda di Institut Teknologi Bandung ITB (pakar kimia).

5. Dr. Penia Kresnowati, 30 tahun, dosen Teknik Kimia, ITB.

6. Erie Febrian, Phd, 39 tahun, pakar bidang keuangan dan bank, pemegang dua kali Outstanding Research Award US dan Kosta Rika, Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran.

7. Aldrin Herwany, 42 tahun, pakar bidang keuangan dan bank, pemegang dua kali Outstanding Research Award US dan Kosta Rika, Fakultas Ekonomi, Universitas Padjajaran.

8. Prof. Gamantyo Hendranto, 41 tahun, menjadi guru besar pada usia 37 tahun, Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

9. Burhanudin Muhtadi, 34 tahun, pakar masalah sosial dan politik, Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Effendi Gazali , PhD, 45 tahun, pakar komunikasi, dosen Universitas Indonesia.

11. Reza Indragiri Amriel, 37 tahun, pakar psikologi forensik, dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Universitas Indonesia, Universitas Tarumanegara, Universitas Bina Nusantara.

12. Eep Saefulloh Fatah, 44 tahun, pakar politik Universitas Indonesia.

13. Prof. Syamsir Abduh, 43 tahun, pakar teknologi industri Universitas Trisakti.

14. Arya Vedakrana, PhD, doktor termuda umur 27 tahun (rekor MURI), Rektor Universitas Mahendradatta, Bali.

15. Irfan Abubakar, 44 tahun, pakar adab dan humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

16. Prof. Manlian Simanjuntak, 37 tahun, pakar bidang keamanan terhadap risiko kebakaran, guru besar diperoleh pada umur 35, Universitas Pelita Harapan.

17. Maria Rosalina Nindita Radyati, PhD, 44 tahun, pakar corporate social responsibility, Universitas Trisakti.

18. Arief Budi Witarto, PhD, 40 tahun, pakar diabetes dan kanker, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

19. Dr. Bayu Prawira Hie, 45 tahun, pakar manajemen strategik, Ketua Sekolah Tinggi Media Komunikasi Universitas Trisakti.

20. Muhammad Mukhtasar Samsudin, PhD, 42 tahun, Dekan Filsafat Universitas Gadjah Mada.