Selasa, 03 Juli 2012

Duniaku

Tuhan, mereka bilang aku harus mencintaiMu lebih dari segala-galanya: Lebih agung dari rasa cintaku pada ibuku, lebih mulia dari rasa cintaku pada kekasihku, lebih khusyuk dari rasa cintaku pada adikku. Tapi bagaimana caranya? Aku terlanjur menemukan cintaMu pada mata ibuku, lembut-tangandan ketenangan kekasihku, senyum adikku. Bagaimana aku menemukan cara mencintaMu yang lebih besar dari apapun, sementara Kau mencintaiku melalui apapun—manusia, semesta, dunia dan segala isinya?

Seperti garam yang mengapung di udara, aku memang tak bisa menjelaskan semuanya. Mereka kira aku lebih mencintai dunia daripada akhirat? Mereka kira aku tak mencintaiMu dengan mengejar kebahagiaan dunia? Mereka kira aku durhaka dengan tak selalu punya waktu untukMu?

Ah, Tuhan, sungguh aku tak ingin hanya mencintaiMu dengan cara akhirat—aku ingin mencintaiMu jauh… Jauh sebelum aku sanggup menemuiMu. Maka demikianlah aku mencintaimu dengan cara dunia: Izinkanlah aku membawakanMu kebahagiaan ibuku, senyumkekasihku, tawa adikku. Izinkan aku mencintaiMu dengan kebahagiaan yang kuberikan bagi orang-orang yang selama ini mengalirkan cintaMu untukku. Jadi, please, Tuhan, aku tak mau jadi orang murung yang hanya membawakan arwahku untukMu: Aku tak ingin mencintaiMu dengan cara berduka-cita.

Tuhan, jika mereka menganggapku penuh dosa, maka biarkan aku mencintaiMu sebesar dosa-dosaku: Aku ingin mencintaiMu sebesar rasa percayaku bahwa Kau akan selalu bersedia menerimaku apa adanya. Aku ingin mencintaiMu seperti sepersekian detik perasaan Adam dan Hawa saat mereka pertama kali terlempar ke dunia: Sehingga kapanpun aku menyesal telah mengkhianatiMu, Kau selalu dengan penuh kasih memanggilku untuk pulang ke pangkuanMu. Demikianlah aku mencintaiMu dengan cara dunia, Tuhan: Barangkali ia memang rusak dan tak sempurna, tetapi nyata.

Tuhan, seperti tangan lumpur menyentuh hujan, atas nama Adam dan Hawa, kita memang berpisah: Untuk saling merindukan.




0 komentar:

Posting Komentar