Sabtu, 07 Juli 2012

Berjalan


Kadang-kadang kita merasa ‘tersesat’, barangkali tersebab kita terlanjur mengambil keputusan yang salah di belakang. Maka suara-suara itu ada:

Seharusnya saya tidak di sini.”

Seharusnya saya tidak begini.”

Andai saya di di sana dan dia di sini.

Semestinya saya tidak mengambil keputusan ini.

Dan seterusnya.

Kita selalu diberi kesempatan untuk menoleh ke belakang, memeriksa apa saja yang pernah kita lakukan dan putuskan: tetapi bukan untuk kembali. Waktu tak bisa diulang dan hidup tak bisa ditegakkan dengan kata ‘seharusnya’ atau ‘semestinya’, kan? Apa yang ‘seharusnya’ hanyalah bayang-bayang yang nisbi, sementara apa yang ada di hadapan kita dan sedang kita jalani adalah kenyataan yang pasti. Maka hiduplah dalam kenyataan: apa yang telah terjadi barangkali memang harus terjadi dan tak pernah ada manusia yang sanggup lolos dari hisapan lubang hitam kesalahan. 

Teruslah berjalan: Sebab satu-satunya cara untuk berusaha menjadi manusia yang lebih baik adalah dengan tidak berhenti mencobanya. 

Aku sudah melakukan kesalahan. Apa yang harus aku lakukan untuk menebusnya?” Demikianlah pengakuan seorang lelaki pada Sang Guru Sufi.

Apakah kau merasa bodoh?” Tanya Guru Sufi.

Tidak, Guru. Tapi aku menyesal.

Lakukanlah kesalahan itu lagi.

Si lelaki tersintak, bagaimana mungkin ia melakukan lagi kesalahan yang sudah sangat disesalinya? “Aku tidak mungkin melakukan kesalahan yang sama, Guru. Hanya orang bodoh yang melakukannya.”

Apakah kau merasa bodoh?

Tidak, Guru. Tapi aku menyesali apa yang sudah aku lakukan.

Lakukan lagi kesalahan itu.” Kata Guru Sufi.

Kenapa aku harus melakukannya lagi?

Kau harus mengerti bahwa kau bodoh telah melakukan sesatu yang pada akhirnya akan kau sesali.

Si lelaki terdiam. “Tetapi aku sudah terlanjur melakukannya, Guru. Aku tak mau melakukannya lagi.

Belajarlah. Jika kau belum mengerti, kau akan melakukan kesalahan lagi. Tetapi itu wajar. Sebab tak ada satupun manusia yang bisa berjalan tanpa terlebih dahulu terjatuh, bukan? Tetapi, teruslah berjalan. Kapanpun kau merasa pintar, kau akan terjatuh—melakukan kesalahan. Maka teruslah merasa bodoh, sebab kau harus terus belajar.

Si lelaki terdiam.

Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang, Guru?

Apakah kau merasa bodoh?

Ya, Guru.” Lelaki itu tertunduk lesu. 

Guru Sufi tersenyum, “Berbahagialah, sebab Tuhan akan mengampuni kesalahan orang bodoh.

Si lelaki tersenyum bahagia. “Apa yang harus aku lakukan untuk berterima kasih pada Tuhan, Guru?

Berjalan.”


0 komentar:

Posting Komentar