Kamis, 26 April 2012

KONSPIRASI



"Jangan percaya Global Warming, ia adalah konspirasi industri kapital untuk menjual barang dan jasa yang ‘eco-friendly’, ‘green’, dan seterusnya.“

“9/11 itu konspirasi Amerika untuk melegalkan invasi terhadap negara-negara Islam!”

“Nusantara adalah Atlantis yang hilang, penggalan surga yang hilang, banyak emas dan piramida raksasa yang tersembunyi di dalamnya.”

“Jangan membeli ayam goreng itu, jagan memakai kosmetik merek itu, jangan memakan makanan berlabel simbol itu... itu Yahudi. Musuh agama!”

“Jangan pilih dia di pemilu berikutnya, dia antek Amerika. Dia boneka yang dikendalikan Amerika untuk mengeruk kekayaan negara kita!”

“Tidak perlu risau dengan konflik di Lampung, Bima, Palu, Papua, dan seterusnya, itu strategi makar menggulingkan pemerintah. Pasti ada yang menunggangi. Santai saja. Nanti juga reda sendiri.”

“Sepertinya tabrakan maut di Halte Tugu Tani itu hanyalah pengalih perhatian, pengubah isu agar masyarakat tak lagi peduli pada sidang skandal korupsi yang melibatkan partai penguasa negeri ini! Afriani pasti pembunuh bayaran!”

“Tak perlu naik haji karena pemerintah Arab Saudi hanya mengeksploitasi agama untuk kepentingan mereka sendiri! Ibadah haji menjadi terlalu komersial dikonversi menjadi biaya hotel, biaya catering, biaya perjalanan, dan biaya-biaya lainnya yang harganya tak masuk di akal! Ini namanya industrialisasi syari’at!”

“Bahwa rokok berakibat buruk bagi kesehatan manusia adalah kebohongan! Ia hanya konspirasi untuk memuluskan industri obat-obatan milik Barat, dan itu menghancurkan peninggalan budaya adiluhung kita! Rokok adalah kebudayaan, budaya kita!”

“Musik itu haram! Imuniasasi itu haram! Film itu haram! Itu strategi kafir untuk melemahkan generasi muda agama kita!”

“Ahmad Dhani itu keturunan Yahudi! Lagu-lagunya sesat!” (di kutip dari fahdisme)
nilah kita. Masyarakat yang setiap hari dibombardir secara massif oleh informasi, buku-buku, film, dan berbagai media lain tentang isu ‘konspirasi’, lantas menjadi begitu mudah curiga pada banyak hal: Tarekat Mason Bebas, teka-teki Atlantis yang hilang, propaganda Yahudi, intelejen Amerika, sampai harta karun Soekarno.

...dan kita yang terlarut dalam pusaran informasi tentang segala hal yang “nampak misterius”, “licik” dan “penuh teka-teki” itu lantas berubah menjadi masyarakat yang penuh kecurigaan pada banyak hal. Kita tak lagi tenang menghadapi hidup yang sesungguhnya sederhana... Kita terlanjur suka membuat ruwet hal-hal yang sesungguhnya biasa-biasa saja. Kita menjadi masyarakat pencuriga—bahkan cenderung paranoid. 

Sayangnya, kecurigaan itu juga seringkali tak dibarengi pertimbangan-pertimbangan akal sehat. Seringkali kita begitu mudah percaya atau tidak percaya pada sesuatu, tanpa dukungan logis yang memadai. Demikianlah, saat keyakinan kita buta, kita menumpulkan akal pengetahuan kita sendiri.

Nampaknya ini gejala rasa curiga yang aneh. Kecurigaan semestinya dibarengi dengan sikap waspada, dan kewaspadaan adalah refleksi dari pengetahuan dan kesadaran. Di sinilah keanehannya: kecurigaan kita pada banyak hal di saat bersamaan justru mengenyahkan kewaspadaan kita pada banyak hal, memperburuk kemampuan reflektif kita pada banyak hal. Kecurigaan kita tidak dibarengi dengan kesadaran dan kehendak untuk menemukan “nilai” dan “makna” dari segala hal yang kita curigai—padahal, seperti seharusnya, kecurigaan adalah refleksi dari rasa takut kita pada kebenaran yang ditutup-tutupi.

Namun, sungguh, kecurigaan kita tidak mendorong kesadaran dan kehendak untuk menemukan “apa yang benar” dari “apa yang salah”—menemukan yang paling jujur dan sepi dari kebohongan-kebohongan yang begitu gegap-gempita. Kita hanya “suka curiga”, semacam hobi atau kesenangan. Kita suka pada fenomena tersembunyinya kebenaran-kebenaran melalui sebuah mekanisme yang telah diatur sedemikian rupa. Lalu sudah!

Konspirasi itu keren? Ah, hell yeah, kita hanya ingin terlihat keren dengan mengetahui dan meyakini beberapa teori konspirasi.

Barangkali tulisan ini juga semacam kecurigaan tersendiri, keresahan pada fenomena menularnya rasa curiga yang tidak dibarengi dengan kesadaran dan kehendak menemukan “yang benar” tadi. Jangan-jangan teori konspirasi merupakan kebohongan yang paling besar? Bukankah manusia dilahirkan dengan rasa ingin tahu yang berlebihan? Dan, di sanalah, sepertinya teori itu berhasil menjadikan kita manusia yang mencurigai banyak hal dan merasa dibohongi oleh banyak hal, menjebak kita dengan rasa keingintahuan kita, tanpa pernah benar-benar berpikir dan menyadari bahwa kita sebenarnya memang menyukai kebohongan-kebohongan itu.

Apa yang harus kita lakukan? Sepertinya sederhana saja: Hidup dan hidup-hidupilah hidup kita sebagaimana mestinya, dengan penuh kebijaksanaan dan tanggung jawab. Tak perlu terlalu risau dengan suara-suara bising yang memang sudah terlanjur bising sepanjang sejarah peradaban manusia.

Kalaupun konspirasi-konspirasi itu benar, mau apa lagi? Barangkali konspirasi adalah bagian penting dari hidup ini agar segalanya tetap berjalan menarik, menantang, dan dinamis. Dunia perlu digerakkan, manusia perlu digerakkan, dan barangkali isu dan konspirasi adalah bahan bakarnya. Hidup tanpa konspirasi barangkali adalah hidup yang tak pernah menarik untuk diteruskan.

Sisanya? Sekali lagi, tak perlu khawatir berlebihan. Makarû, wa makaruLlâh, waLlâhu khairul mâkirîn. Manusia membuat konspirasi, sebagaimana Tuhan juga membuat konspirasi. Kenyataannya: Tuhanlah pembuat konspirasi terbaik di atas segala-galanya.

Ah, ya, itu dia: mungkin saja hidup kita ini juga konspirasi, dan kita bagian penting di dalamnya. For some reason, I can't explain...

0 komentar:

Posting Komentar