Jumat, 27 April 2012

Mandi




Barangkali tidak berlebihan jika ibu saya begitu meyakini bahwa kualitas hidup seseorang bisa dilihat dari bagaimana ia mandi pagi.

Rumah orang tua saya terletak di daerah yang cukup dingin. Jika sedang berada di sana, mandi pagi selalu menjadi masalah saya. Tetapi, setelah bertahun-tahun mengulat dalam kemalasan, pada akhirnya saya (diberi) tahu: mandi di tempat dingin bukan semata-mata tentang seberapa kuat kita menahannya, tetapi tentang kesadaran untuk mengerti sekaligus menerima bahwa dingin tak bisa ditolak begitu saja dan tubuh kita harus siap menghadapinya. Kata ibu, “Dingin? Kamu bisa bikin air jadi panas, kan?

Sesederhana nasihat ibu saya tentang mandi pagi, rupanya ada tiga kelompok manusia berdasarkan bagaimana mereka menghadapi dan menyelesaikan masalahnya.

Pertama, mereka yang kuat dan ingin selalu tampak kuat. Tak peduli seberapa dingin air dan cuaca, mereka akan memaksakan tubuhnya untuk ‘kuat’ dihajar dingin. Kelompok pertama ini memiliki semangat dan determinasi yang luar biasa dalam menghadapi masalah hidupnya. Mereka akan pasang badan untuk menghadapi semuanya—melawan semua rasa sakit dan bencana dalam hidup mereka. Tetapi, kadang-kadang kelompok ini lupa bahwa manusia adalah makhluk yang serba terbatas dan pada dasarnya lemah: pada titik tertentu, terus-menerus dihajar, mereka bisa sakit juga, kan?

Kedua, mereka yang lemah dan ingin selalu lari dari masalah. Bagi mereka, dingin adalah masalah yang tak perlu dihadapi. Kalau bisa, mandilah sesiang mungkin agar tak terlalu dingin. Bila perlu tak usah mandi. Tetapi, sudah terbukti sejak jutaan tahun yang lalu, lari dari masalah hanya akan mengantarkan manusia pada masalah lainnya, kan? Kata ibu saya, masalah harus dihadapi dan diselesaikan, “Mau mandi jam lima, jam enam, atau jam sebelas, airnya tetap dingin, kok. Mungkin cuma sedikit bedanya. Tiga jam menunda mandi, untuk perbedaan yang sedikit? Yang benar saja! Lebih baik mandi sesegera mungkin dan kerjakan urusan yang lain!” 

Ketiga, mereka yang selalu beradaptasi. Kelompok ini sadar betul bahwa manusia memiliki sisi kuat dan sisi lemah dalam dirinya. Mereka tahu apa yang sanggup mereka tahan dan apa yang tak sanggup mereka tahan. Sebab dalam rasa sakitlah manusia dapat menemukan kekuatannya, mereka tidak memilih untuk ‘pura-pura kuat’ atau ‘menjadi lemah dengan lari dari masalah’: Mereka memilih untuk beradaptasi dengan hidup yang mereka hidupi dan hidup yang ingin mereka hidupkan. Ya, mereka menghadapi masalah; Bukan untuk menolak atau melawannya, tetapi bernegosiasi dengan dirinya sendiri untuk mencari kemungkinan-kemungkinan terbaik agar mereka bisa menyelesaikannya—atau paling tidak menguranginya. Dalam perkara mandi pagi, mereka pandai memerhatikan situasi. Jika kuat, ya mandi. Jika tidak, seperti kata ibu saya: kita bisa bikin air jadi panas, kan?

Maka, berbahagialah orang yang bisa bernyanyi di kamar mandi. Dan bagi mereka yang mandi saja masih cemberut, segeralah sadar! Jika hidup masih terasa sulit. Paling tidak, mandilah dengan berbahagia.

0 komentar:

Posting Komentar