Rabu, 23 Mei 2012

Nash Equilibrium: E-Toll





John Forbes Nash, orang pioneer dari game theorist, dia yang pertama kali bisa memformulasikan fenomena economic behavior sehari-hari menjadi sebuah game theory yang uniknya, applicable dimana-mana.

Secara simple Nash bilang, setiap orang punya motif untuk melakukan yang terbaik bagi dirinya, dengan memperhitungkan apa yang orang lain lakukan dalam situasi tertentu. Dengan mengerti Nash Equilibrium maka, seseorang bahkan orang awam pun bisa memprediksikan hasil akhir dari suatu situasi yang terjadi.

Nah di seri catatan ekonomi ini kita akan pergunakan pendekatan Nash untuk memprediksi hasil akhir dari penerapan E-toll, gak perlu mikir Negara ataupun yang berat-berat deh, gw janji :D

Pertanyaan yang dilontarkan akan sangat simple: apakah e-toll akan sukses? Apa yang seharusnya pengelola jalan tol harus lakukan agar e-toll sukses? Apakah perlu lagi seorang mentri melempar kursi? Hehehe..itu mah aksi emosional, gak akan di analisa disini, preman manapun bisa tuh disuruh ngerusak property Negara.

Situasinya yang dihadapi adalah dengan arus mobil di tol, antrian yang terjadi untuk bayar tol menjadi sangat panjang, apalagi ketika jam berangkat sekolah atau kantor dan juga jam pulangnya. Dengan keadaan seperti ini arus lalu lintas tidak akan maksimal dan juga menimbulkan tekanan stress ke pengguna tol, apalagi kalo pingin pipis atau telat ke kantor

Kenyataannya adalah, transaksi dengan etoll dibandingkan manual tentunya lebih cepat, logikanya simple, dibandingkan tol manual, e-toll tidak perlu memberikan kembalian kepada pengendara, kecuali seluruh pengguna tol membayar dengan uang pas maka toll manual tidak akan pernah lebih cepat dari e-toll. Akhirnya bila semua gerbang pakai e-toll arus kendaraan lebih cepat, kapasitas toll jadi lebih optimal, ujung-ujungnya pendapatan pengelola bertambah.

Trus apa lagi keuntungan e-toll? Nanti gw cover di tulisan tentang “UMR: menggali kuburan sendiri bagi buruh” tapi intinya simple, dia tidak perlu bayar gaji, tidak perlu bayar THR, tiap tahun gak minta naek gaji, dan kalo gak happy gak bakal mogok kerja ato demo, karena e-toll adalah mesin yang cuman butuh investasi awal dan biaya perawatan saja.s

Nah balik lagi ke Nash Equilibrium, bayangin ada pengguna tol bernama Agus pas  dia masuk gerbang untuk bayar antriannya puanjang banget, liatnya aja uda betek. Sebelum ada e-toll ya keadaan ini harus ditelen bulet bulet, gak ada pilihan laen, si Agus simply harus NGANTRI.

Tiba-tiba suatu hari ada gerbang e-toll dibuka, yang hanya bisa melayani pelanggan dengan kartu etoll dan tanpa antrian sama sekali! Tentu si Agus berpikir, “gimana caranya ya supaya bisa masuk ke gerbang itu dan sampe rumah lebih cepet?” dan viola! Di depan gerbang e-toll ada mas-mas dan mbak-mbak yang jual kartunya, secara logis pasti lebih untung langsung beli dan masuk ke gerbang etoll, khan lumayan gak perlu ngantri! Ya gak? Dan si Agus membelokan mobilnya ke gerbang etoll dan bisa langsung masuk jalan tol tanpa ngantri

Apakah keadaan ini akan bertahan? Ya mungkin sehari atau seminggu atau sebulan, si gerbang etoll akan selalu lebih kosong lancar dan lebih cepat, tapi apa yang terjadi? Disinilah si Nash Equilibrium akan beraksi, karena semua orang berpikir hal yang sama dengan si Agus, tiap hari akan semakin banyak orang yang beli kartu e-toll dan tiap hari pula antrian di e-toll makin bertambah, hingga di satu titik antrian e-toll akan sama dengan antrian manual. Di titik ini tidak ada incentive untuk pengguna tol membeli atau mengisi kartu e-toll tersebut, tapi apa yang terjadi? Kemarin gerbang e-toll cuman 1 gerbang saja, sekarang dibuka menjadi 3 gerbang e-toll? Efeknya? Bagi mereka yang tidak punya kartu, antrian menjadi semakin panjang, karena yang gerbang yang biasa melayani mereka berkurang 2 buah (dan dirubah menjadi gerbang e-toll) dan ceritanya akan kembali berulang si nash equilibrium kembali bekerja, semakin banyak orang lagi yang mempunyai e-toll sehingga dalam waktu sehari, seminggu atau sebulan antrian e-toll makin bertambah dan sama dengan antrian gerbang tol manual.

Ketika hal ini terjadi, apa yang mesti dilakukan oleh pengelola jalan tol? Lagi-lagi perlu ditambah gerbang e-toll, gerbang manual berkurang dan cerita diatas tadi berulang. Hingga suatu titik tertentu semua gerbang yang bisa di rubah menjadi gerbang e-toll. Kapan ini akan terjadi? Waktu pastinya tidak bisa dihitung dari data yang gw punya, tapi keadaan ini pasti terjadi. Please note ya, pasti terjadi! (hehehe..pede bener yak gw!)

Pertanyaan pentingnya yang mungkin ada
  1. Kalau semua jadi e-toll apa nantinya tidak akan ada antrian? Antrian pasti tetap ada selama masih dibutuhkan waktu untuk melakukan transaksi dan selama mesti berhenti untuk melakukan transaksi di gerbang tol, jadi selama masa transisi dan dalam posisi mencari nash equilibrium, enjoy the benefit masuk gerbang tol lebih cepat dan lebih lancar
  2. Apakah nanti akan ada gerbang e-toll lebih banyak dari gerbang toll manual? Harusnya iya, kenapa? Karena biaya mengoperasikan gerbang e-toll lebih murah daripada gerbang e-toll, dengan UU ketenagakerjaan, maka petugas penjaga toll akan bisa di konversikan ke e-toll tanpa pemecatan dalam jangka waktu sekitar 2 tahun
  3. Apakah nanti antrian jadi lebih lancar? Bila dibandingkan dengan tol manual jawabannya pasti akan lebih lancar, asalkan gak ada lagi supir sok tahu, yang gak punya kartu e-toll masuk nyelonong ke gerbang trus mundur lagi, bikin rempong antrian belakangnya


So, that’s economic theory in everyday life guys! Mau buat jalan tol lancar pakai ide kreatif dan penggunaan teknologi tepat guna, salut buat inisiatif ini, dan gak perlu lempar-lempar kursi toh? Freaconimicindonesia

0 komentar:

Posting Komentar